Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2025

Jumawa

Dari sekian rumah yang temaram, rumah satu itu unik; alarm sahurnya berbeda dari yang lain. “Oweeek... Oweeek...” Sepetak rumah berhiaskan 3 ekor cicak di dinding terasnya itu, tak memiliki jadwal sahur yang tetap. Sesekali mengambil kesunahan di akhir, seringnya melawan kantuk di awal. Sang ibu terlihat cekatan mempersiapkan belaian, sang ayah pun tanpa ragu ikut membantu buaian. Cukup sebaskom peluk bercentong mesra dan beberapa potong kecup yang masih mengepul hangat, di meja makan, mereka memulai sahur dengan do'a sederhana yang dibaca lirih, sungguh: “Sebagaimana kami menyayangimu, semoga kau pun menyayangi kami kelak; selalu.”

Gerbang

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ Para hadirin hadirat rahimakumullah… Alhamdulillah, selangkah demi selangkah, hingga telah sampai di penghujung bulan suci Ramadhan. Marilah kita terus berpegang erat, mengisi setiap nafas tindakan kita dengan ibadah dan ketaatan. Kita terus berusaha, berlomba-lomba dalam kebaikan. Pada kesempatan kultum kali ini, kita akan membahas tentang... Haha. Gua rasa, blog ini nggak memberi dampak sama sekali di bulan Ramadhan ini. Nggak ada andil dalam semarak tarbiyah di dalamnya. Nggak ada yang bisa diambil sebagai pelajaran. Blog yang hanya berisikan keluh-keluh dan cerita ringan yang, ya, hanya pelegaan diri. Sekedar itu.  Ada satu hal yang mengganjal, membebani. Dengan ini, di edisi tulisan ini, nggak apa-apa ya kita sedikit bahas pelajaran. Sedikit aja kok. Untuk mengawali atau bah...

Malam

Di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, ia mengharap Lailatul Qadar. Di setiap malam, ia mengharap Lailatul Inayah. “Kenapa begitu? Bukannya Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan?” Tanya siang tak tau apa-apa, tak diajak. Mulai nggak seru, mainnya nominal; kalkulatif. “Lailatul Qadar yang lebih baik dari 1000 bulan itu hanya 83 tahun 4 bulan. Sedangkan Lailatul Inayah itu dunia-akhirat.” Siang mengangguk-angguk, tampak paham. “Itu juga kalau dapat.” Lanjutnya, kurang pede.

Pagi

Melek dan terjaga di waktu pagi bulan Ramadhan adalah perjuangan. Di satu sisi, saat malam dijadikan waktu untuk memadu kasih bersama-Nya, bersembah bersujud, menghidupkannya dengan qiyamul lail; tidur sehabis subuh adalah godaan dan kenikmatan yang nyata sekaligus.  Gelombang itu sangat besar. Meskipun kita tau, bahwa selalu ada ikan besar di tarikan besar, selalu ada ganjaran besar di setiap cobaan besar. Dengan itu, satu hal yang gua peluk dari terjaga di waktu pagi, adalah awal penentu untuk hari yang berjalan dengan baik-baik saja. Ya, bangun dan memilih untuk memulai beraktivitas di waktu pagi, sangat menentukan nasib baik kita di hari itu. Mood yang baik di hari itu; bagi gua. Tapi di satu sisi, hal yang menuntut kita untuk bangun dan beraktivitas, waktu pagi adalah momentum dibukanya pintu rezeki. Itu mengapa, Nabi Muhammad Saw bersabda: اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا “Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi hari mereka.” (HR. Tirmidzi). Itu mengapa, p...

Main

Di sepasang ayunan taman kota, mereka berdua bernama Ana dan Ina. “Main masak-masak, yuk?!” Ajak Ina. “Tapi aku laki-laki.” Jawab Ana, bingung. “Aku orang Arab, bukan ngapak.” Lagi, Ana meyakinkan, meski tak yakin. “Jangan ajak aku berpikir, Ana. Aku hanya ingin main denganmu; hanya denganmu.” Mereka unik, penulis kesemsem.

Ngaji

Kiranya, ini bukan hanya sekedar pesantren, bukan soal mondok dan santri, juga Ramadhan dan dalil-dalil. Tapi satu hal yang berusaha terus kita pegang: “Bukan di mana kita belajar, tapi bagaimana cara kita belajar!” Itu kenapa, pembahasan mengaji jadi begitu penting. Mengaji itu penting, belajar agama itu penting; itu kenapa, pembahasan ini jadi begitu penting. Tapi anehnya, nggak sedikit orang yang belum, atau nggak, atau bahkan menolak untuk sekedar sadar akan hal ini. Berdiam diri hingga menyalahkan. Mengaji itu penting, bukan yang penting ngaji. Lagi-lagi, ini bukan hanya sekedar pesantren, bukan soal mondok dan santri, juga Ramadhan dan dalil-dalil: nggak usah tegang, nggak usah kaku-kaku. Mengaji itu soal belajar. Mengaji itu soal membaca dan menulis. Mengaji itu soal memahami dan menerapkan. Mengaji itu soal individual-spasial, sosial-universal. Mengaji adalah arti pahit manis sebuah proses kemanusiaan dan kehambaan. Meski mengaji, belajar agama nggak harus soal kitab kuning dan...

Brak

Malam itu seketika menjadi malam yang mencekam. Sepulang gua dari hunting lauk sahur, tepat di perempatan jalan yang lengang dan dingin, tanpa aba-aba; hal itu terjadi. Sebuah tabrakan keras, sangat amat keras, sesama motor, mengagetkan seisi sepi dan rambu lalu lintas yang menampilkan warna lampu dengan jujur.  Tepat di titik tengah perempatan, arah barat bertabrakan dengan arah selatan. Yang arah barat terpelanting ke utara, yang arah selatan terpental ke timur laut. Itu tabrakan yang keras dan mengerikan, kecepatan laju dan lengang malam membuat suara tragedi  itu sangat mengusik telinga dan iba; ngeri. Akibat tentu ada sebab, asap tentu ada api. Mudah saja, tabrakan yang disebabkan karena menerobos lampu merah. Malam yang larut daan lengang, membuat pengendara itu pede untuk berpacu adrenalin, menarik gas lebih dulu, cepat, dan kesetanan. Kejadian terjadi, jatuh korban. Di luar seberapa menyeramkannya menjadi saksi mata dari tabrakan gila untuk hancur motor dan ringsek pen...

Inspektur

Ditunjuk sebagai pemerhati gizi selama Ramadhan ini cukup berpengaruh. Banyak hal yang gua pelajari, banyak hal yang gua pahami, banyak hal yang membuat gua tumbuh.  Sedari soal pengatur keuangan, mengkoordinir jadwal baik yang tugas atau yang makan, termasuk membeli bahan dan mempersiapkan fasilitas penunjang. Sekilas terkesan sederhana. Apalagi untuk lingkup yang sekecil ini, untuk jangka waktu yang hanya 2 minggu sebelum masa liburan. Seperti, nggak ada yang perlu disikapi secara berlebihan.  Tapi gua menikmati itu! Gua menikmati setiap sensasinya! Mereka yang bayar lunas, nyicil, hingga belum bayar sama sekali tapi tetap ikut makan. Petugas yang antusias dengan berlomba menyajikan menu yang lebih pantas dan totalitas, meski harus menambah budget pribadi. Juga petugas yang apa adanya dengan menggunakan anggaran yang disediakan, hingga petugas lemot dengan beberapa ceroboh. Khalayak yang full di kamar, atau selalu hilang setiap sahur sehingga keos dicari menunggu-menunggu. A...

Majdi

Resiko jadi alumni yang baik dan asik, setiap ramadhan pasti banyak banget yang ngundang bukber. Seperti satu undangan itu, sebenarnya agak kebangetan kalau gua sampai nggak diundang. Secara emang gua lahir di sana. Kecil dan tumbuh di sana. Banyak waktu gua habiskan di sana. Ladies and gentle man, please welcome: Iksanda! Sebagai santri yang betah atau dipaksa betah sampai jenjang mahasiswa, pindah kamar adalah keniscayaan. Itu nggak bisa dipungkiri. Akan datang masa itu. Siapapun mahasiswa di pondok ini, bagaimanapun, baginya, kamar putih abunya selalu menjadi kamar ternyaman. “Bang, jangan lupa ya datang!” Dari jauh-jauh hari bahkan, kalimat-kalimat itu selalu mengaung-ngaung di telinga; dari adik-adik kamar yang sangat mengharapkan kakandanya ini untuk datang dan membersamai kebahagiaan mereka. Lagipula kenapa nggak? Toh nggak soal acara pun, gua selalu menyempatkan untuk main ke kamar itu, sekedar ngobrol atau bercanda, bahkan numpang rebahan di waktu luang jam sepi adik-adik seko...

Kebab

Mungkin saja, tulisan ini akan menjadi panjang. Gua juga nggak tau. Semoga aja nggak: malas aja nulis panjang-panjang. Toh, gua hanya ingin cerita. Dengan ini, kita lihat saja bagaimana jari ini menjelaskan kata; melapangkan dada. Sejatinya, bukan soal santri atau bukan, bagaimanapun, kita memang harus cerdas mengatur uang. Atau mungkin bijak akannya. Kita ukur pemasukan dengan pertimbangan kebutuhan dan keinginan sebagai pengeluaran. Dengan pertimbangan saldo yang tersisa, nyatanya cukuplah untuk makan dan jajan tipis-tipis. Atau idealnya, ”Sebisa mungkin, gua nggak perlu jajan!” Itu prinsip gua sebagai lelaki. Hingga, ya, “Bat, kancani aku yuk?! Neng ndi ngono, dewe golek cemilan!”  Satu dua halang rintang menyapa. Dan, ya, “Wah, bisa kang. Kita nyari kebab aja, yuk?!” “Gasss!” Tepat saja, tetap saja: benteng itu kembali runtuh, dengan mudahnya.  Rasanya baru saja tekad itu dibentuk. Rasanya kokoh dan tiada tanding. Tapi giliran dipancing dikit, malah nyeletuk kebab. Meski d...

Juz

Blog ini agaknya sangat nggak Ramadhan sekali akhir-akhir ini. Banyak hal yang menjauhkan. Bolehlah kembali menata, mengembalikan ruh Ramadhan yang redup. Walaupun, ya, gua nggak tau di pembahasan seperti apa yang harus dikunyah blog ini kemudian. Entah, gimana nanti. Memang seenggaknya, bagaimanapun, Ramadhan adalah soal ibadah. Dan untuk soal ibadah, tadarus Al-Qur’an adalah denyut nadi, yang diusahakan tetap berdenyut dan mengalir di darah setiap 4 anak lelakinya yang setiap maghrib harus menghadap berjejer dan penuh drama: sedari kecil. Rumah itu memiliki romantisasinya tersendiri. Keluarga yang hangat. Merindukan segala hal di dalamnya: terima kasih, Bu, semakin beranjak usia, denyut ini kian mendebar di diri kami. Bisa khatam Al-Qur’an di bulan Ramadhan, menjadi angpau lain di hari raya: bahagianya, tentramnya, puasnya, nggak bisa ditukar dengan apapun dan kami selalu berlomba untuk itu. Sederhananya, minimalnya, hitungannya, one day one juz, satu hari harus bisa mengkhatamkan sa...

Zeus

Entah kenapa, Ramadhan edisi ini bawaannya mau kesal mulu, mau marah mulu. Ada aja hal yang mengusik kesabaran, menawarkan menyerah, lalu marah. Nggak selalu dapat langsung membatalkan nilai ibadah suatu puasa, seenggaknya pahala ini nggak bisa kita ukur dengan kadar tertentu: kapan ia kurang, kapan tambah, apa hasilnya. Hanya mendapat lapar haus dahaga, dengan membayangkan perasaan Tuhan akan perintahnya. Tapi dengan itu, nggak semerta-merta kita nggak boleh marah. Boleh kok, marah itu boleh. Lagian siapa yang melarang jika Tuhan sudah jelas-jelas menciptakan emosi untuk manusia? Gua rasa gua udah capek. Harus marah-marah sendiri, memendam-memendam sendiri, capek-capek sendiri.   Nggak perlu soal hal besar yang dramatis, seenggaknya pada hal-hal kecil yang lebih problematis dan traumatis. Serasa amat menyebalkan, pada suatu hal yang dilakukan secara berulang dan rutin, tetapi kita hanya bisa diam, menahan segala gejolak perasaan. Bukan maksud nggak berani, hal yang harus...

Keok

“Ambil hikmahnya!” Kalimat sederhana yang sesekali terdengar menyebalkan untuk sebuah kegagalan, kalimat tulus dari orang yang belum tentu mengucapkannya dengan tulus, kini, bagi gua, memiliki kesannya tersendiri. Ya, selama Ramadhan, gua menjadi akrab dengan kalimat itu. Semua bermula sejak gua berkenal dengan kitab al-Hikmah Fi Makhluqatillah yang diajar oleh Gus Melvien di setiap sore. Kitab karangan Imam Ghazali itu memang menjelaskan tentang hikmah-hikmah yang terkandung pada setiap hal yang Allah ciptakan di alam semesta ini. Itu kitab hebat dengan pembahasan yang menampilkan fakta-fakta menakjubkan, satu langkah yang baik untuk sebuah usaha penyadaran. Bagi yang penasaran dan mau membaca akan kajiannya, bisa mampir ke toko kami! Tapi seenggaknya, sedikit banyaknya, kitab itu telah mempengaruhi pola pikir dan sudut pandang gua akan setiap hal. “Ini apa hikmahnya?” “Itu apa hikmahnya?” Jadi menanyakan segala hal. Menerka-nerka maknanya. Sebut saja malam ini. S...