Juz
Blog ini agaknya sangat nggak Ramadhan sekali akhir-akhir ini. Banyak hal yang menjauhkan. Bolehlah kembali menata, mengembalikan ruh Ramadhan yang redup.
Walaupun, ya, gua nggak tau di pembahasan seperti apa yang harus dikunyah blog ini kemudian. Entah, gimana nanti.
Memang seenggaknya, bagaimanapun, Ramadhan adalah soal ibadah.
Dan untuk soal ibadah, tadarus Al-Qur’an adalah denyut nadi, yang diusahakan tetap berdenyut dan mengalir di darah setiap 4 anak lelakinya yang setiap maghrib harus menghadap berjejer dan penuh drama: sedari kecil.
Rumah itu memiliki romantisasinya tersendiri. Keluarga yang hangat. Merindukan segala hal di dalamnya: terima kasih, Bu, semakin beranjak usia, denyut ini kian mendebar di diri kami.
Bisa khatam Al-Qur’an di bulan Ramadhan, menjadi angpau lain di hari raya: bahagianya, tentramnya, puasnya, nggak bisa ditukar dengan apapun dan kami selalu berlomba untuk itu.
Sederhananya, minimalnya, hitungannya, one day one juz, satu hari harus bisa mengkhatamkan satu juz. 30 hari, pas 30 juz. Itu idealnya.
Dan tinggal diatur saja, 1 juz untuk satu kali tadarus, atau bisa membaginya di sela kegiatan: kita paling tau soal waktu dan kesibukan kita.
Tapi seenggaknya, untuk Ramadhan ini, waktu subuh, ba’da dzuhur, dan maghrib, adalah waktunya menjadi insan Qur’ani. Terlepas untuk target berapa kali khatamnya. Dengan ini aja gua udah takut atas penjelasan lebih.
Poinnya, sedari tadi, bukan itu.
Gimana perasaannya saat kita diingatkan Al-Qur’an?
Dari sekian ayat, kita malah terpaku dan benar-benar terpaku berhenti di sebagian ayat itu, menatapnya lekat, membacanya ulang, merenungi, terenyuh.
Entah kenapa bisa ketemu ayat itu dan berhenti di sana, seakan ia ditulis dengan besar font yang beda, atau malah punya sinarnya tersediri.
Dengan terjemah per kata dan asbabun nuzulnya dari model Al-Qur’an itu, sedari kala tepatnya, gua baru menuliskannya sekarang; di sini.
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗۚ وَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ ١١
“(Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ٢٨
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.”
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰبٍ ٢٩
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”
Mungkin agak menjemukkan, ingat Tuhan di saat sedang ada masalah atau butuh. Tapi satu hal yang dapat disyukuri: seenggaknya itu lebih baik dari nggak ingat sama sekali; nggak diingatkan.
Dengan ini, udah sampai mana tadarusnya?
Komentar
Posting Komentar