Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

Kalah

Sejatinya, kita memang sendiri. Kita bahagia dan tertawa, berusaha mencipta dan merasakan buah itu sendiri. Termasuk sedih tangis lemah payah hancur lebur hina dina kacau balau berantakan berkeping-keping dan berserakan: perlahan mengumpulkan serpihan itu, lalu mengunyah-nya dari tangan yang bergetar. Jatuh, kalah. Sejatinya, orang baik adalah orang yang mampu menyadarkan akan kebaikan, orang yang membuat kita untuk menjadi pribadi yang baik dengan senantiasa terdorong melakukan hal-hal baik. Apa yang kita harap dari orang lain? Apa yang kita harap dari orang yang nggak mengharapkan kita? Menumbuhkan cinta seorang pembaca pada tulisan itu mudah. Ia akan tumbuh berkembang dengan sendirinya, sebelum akhirnya berakar kuat dan bermekarkan semerbak bunga yang indah: sedari membaca lalu pada menulis, berawal pembaca hingga akhirnya menjadi penulis yang ingin dibaca. Mungkin cukup aneh untuk ikan yang mencintai sayap burung dan angin: tapi, apa salahnya? Bukan berarti si ika

Aku

Di ruang sendiri, aku mencintai dan dicintai diri sendiri: aku dan aku, saling mencintai.

Lemari

Suatu hari, seorang pemuda tergugu terduduk di hadapan lemarinya yang semrawut kacau balau. Lantas ia berkata, "Rapihnya 3 hari, berantakannya 2 minggu!" Tapi, ini bukan hanya soal lemari.

Hutan

Sejatinya, sedari hal-hal yang gua perhatikan dan alami, bahwa kebanyakan seorang penulis adalah mereka yang memiliki sisi kepribadian pendiam dan penyendiri. Meskipun hal ini masih bisa kait dengan kaji makna, bagaimanapun yang namanya menulis itu berarti membuka ruang kesendirian dan kesunyian! Di luar itu, dari sebuah statement Bang Tere Liye, perihal seorang penulis harus membuka mata dan melihat dunia luas. Jangan diam saja, bertualanglah! –katanya. Maka dari itu, jangan salahkan gua yang sesekali keluar pondok dan suka, apalagi didukung kesempatan dan kiriman: hey, ini juga bentuk jalan seorang penulis! Hingga keluar pondoknya gua untuk sebuah urusan yang nggak perlu diceritakan, kayuh onthel itu nyatanya mengharuskan mengajak kayuh onthel lain dalam rihlah yang sepertinya masih tersisa kesan sepi sendiri. Panasnya siang, membuat mereka mencari pembelaan dengan teduh dan teguk es dari gelas yang berembun itu: andai onthel menjadikan lonceng sebagai tenggorokannya, pasti l