Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Cuan

Di masa akhir bulan seperti ini, nyatanya cukup menarik dan tertarik untuk sesekali membahas perihal finansial. Mungkin jum’at lalu, saat pengajian Gus Reza, menjadi titik hasrat ini. Suatu keterangan yang bisa ditarik relate untuk sisi diri dan resah: قال بعض الحكماء: من ساء خلقه ضاق رزقه “Orang yang buruk akhlaknya, sempit rezekinya.” Pena itu berkutat, hampir derit. “Tapi terkadang, kita sering menyaksikan, bahwa nggak sedikit dari mereka yang memiliki akhlak dan perilaku buruk malah tetap bergelimang harta. Sebut saja para koruptor.” Ucap Gus Reza, dengan senyum tipis yang menghiasi wajah teduh itu. Para muta’alimin sepenuhnya setuju dalam tatapan serius penuh tanya. “Secara nominal memang besar harta yang mereka miliki. Tapi ingat, dalam rezeki, barokah itu penting!” Lanjut beliau. Ternyata banyak hal yang mempengaruhi lancar nggaknya, banyak nggaknya rezeki kita. Nggak semerta-merta hanya perihal usaha bekerja, hingga berbagai macam stereotip ibadah amal baik, sep

Brak!

“Kenapa sih masih niat banget untuk gebu lanjut MQQ?!” Bingung seorang hamba Allah, untuk suatu hal yang dirasa udah los-los aja bagi mereka yang berstatus mahaiswa. Fiuh, lagi-lagi ini harus dibahas. Perihal MQQ, sebenarnya pun bukan hanya sebatas perihal mengisi waktu dan dapat ijazah. Entah kenapa, hanya sesederhana dari suatu ketenangan yang gua suka: suatu feel sehabis lolosnya menyetorkan hafalan. Entah, perasaan tenang seperti apa itu, puas atau lega, tapi gua suka sensasi itu. Hingga, di sehabis selesainya jam KBM, dan bertelanjang kaki menuju kamar: udara itu, sejuk segar itu, aura positif itu, ketenangan hati ini. Mungkin gua kasih sedikit gambaran, terkait pembahasan yang serupa, dalam momen yang pas. Subuh itu, gua udah ancang-ancang untuk mempersiapkan dari batas setoran hafalan yang udah ditentukan.   Mungkin sebagian orang akan merasa enak karena ada acuan berhenti, atau malah merasa rugi karena nggak bisa setoran banyak melampaui batas setoran cepat selesai s

Hokage

Tulisan ini masih menjadi lanjutan dari manis momentum haul yang dirasa sayang jika dibuang, sayang jika nggak ditulis. Mungkin, hanya terkesan lambat aja. Sedari perkumpulan panas dingin elit global yang bersahaja, ada beberapa titik center para hokage. Mungkin mengenalnya sebutan kepala suku yang nyatanya telah mendapat mandat dapuk hokage ketiga. Sempat terbahas dan nggak mungkin terlewat untuk hokage pertama dan kedua untuk mencatat kesan dan obsesi gua dalam tulisan-tulisan di blog compang-camping ini. Gus Nahdloh, Sang Founder yang tentu pemilik gelar hokage pertama. Dan Kang Ahmad Nahrowi, hokage kedua yang terlalu banyak ter-ter semat baik hebatnya: beliau panutan gua, guru gua. Pada momen haul kali ini, beliau-beliau, kumpulan hokage dan elit global lainnya berkumpul hampir sempurna, hanya beberapa tokoh elit yang berhalangan hadir. Tapi hokage itu, kesemuanya hadir dan lengkap. Perihal Gus Nahdloh, semua hal yang terjadi saat bertandang ke pondok beliau di Kebumen sel

Sale

Haul sebagai momen sakral yang sering kali ditunggu-tunggu oleh sebagian orang. Lagi-lagi, lagi-lagi, dan lagi-lagi: penulis ini hampir gila karena lagi, ia kembali krisis identitas dengan kenyataan harus menjadi tim marketing di momen haul kali ini. Sebuah rekor yang mengagumkan, sedari awal dan setiap tahun, penulis ini malah kembali terpilih menjadi sales di hari semonumental haul akbar: mungkin harus dibanggakan dan entah apa itu. Pergrasak-grusukan persiapan stand yang kurang mood untuk excited diceritakan, cukup bias menerka haul kali ini yang malah tanpa ada jadwal untuk bazar. Dengan kenyataannya tanpa ada saingan dagang, stand yang tetap bisa berdiri dan melenggang dengan leluasa ini tetap harus menerima konsekuensi tempat yang dipilihkan. Tahun ini hadirin begitu membludak, semua tempat nggak tersisa kecuali sepetak tanah di depan toko pondok, di bawah pohon mangga besar. Di tengah lengang senggang riuh khalayak mengkonsumen, lamunan itu malah membawa sadar yang bisanya

Lensa

Kiai, adalah sosok yang nggak terbuat dari kata-kata. Ilmu, akhlak, dan perannya: bukan hanya sekedar kata-kata. Untuk menyongsong dan menyemarakan Haul KH. Imam Yahya Mahrus yang ke-13, setiap santri bebas mengutarakan bentuk cinta pada sosok gurunya itu. Untuk edisi kali ini, dari sekian banyaknya, ada salah satu project cinta: pengungkapan cinta dalam lensa frame short movie. Dengan segala hal-hal yang terancang dan dipikir matang-matang, terka gua akan khawatir ide yang terlalu matang sampai gosongnya. “Bat, melu aku!” Ajak Kepala Suku. Gua yang cukup paham, mengiyakan dengan berbagai pertanyaan. Secara sadar dan jujur, ini sebuah gebrakan ideologis idealis: sebuah short movie yang benar-benar menggebrak! Sebuah short movie yang bertujuan menginformasikan dan mengajak untuk hadir dalam semarak haul yai, tanpa adanya skrip alur cerita! Wah, Christopher Nolan geleng-geleng kepala akan hal ini! Dengan spirit “the power of kepepet”, gua diajak Kepala Suku ke sarang maca

Jagung

Sebenarnya, nggak baik-baik aja. Jadi orang baik, berperilaku baik, atau meski hanya memiliki sekelumit pikiran dan niat baik: nggak selalu dianggap baik, nggak selalu berbalas baik. Pagi adalah teman. Atau memaksa berteman dan dijadikan teman. Udara dan aura positifnya yang terbangun, andai manusia-manusia lelah itu tau bahwa ada yang lebih menarik dari bantal kumal itu di waktu pagi. Tapi waktu pagi ya tetap waktu pagi. Masih terlalu dini untuk mencoba beraktifitas dengan kenyataan sang mentari belum bisa mengusir embun mencumbu ilalang: begitulah ia yang malu-malu menampakkan sinarnya. Gua memilih sarapan dengan sedikit khawatir karena kantong perut eropa yang takut alergi dengan nasi pecel dan sepagi ini: seberapa selera dari roti tawar selai kacang dan orange juice? Selesainya sarapan, rencana ini malah baru dimulai: para baris bandeng-bandeng yang tergeletak terlelap itu, bagaimana bisa mereka masih tertidur di hari yang mulai terbangun? Bagaimanalah nasib bangsa ini da