Brak!
“Kenapa sih masih niat banget untuk gebu lanjut MQQ?!” Bingung seorang hamba Allah, untuk suatu hal yang dirasa udah los-los aja bagi mereka yang berstatus mahaiswa.
Fiuh, lagi-lagi ini harus dibahas.
Perihal MQQ, sebenarnya pun bukan hanya sebatas perihal mengisi waktu dan dapat
ijazah. Entah kenapa, hanya sesederhana dari suatu ketenangan yang gua suka: suatu
feel sehabis lolosnya menyetorkan hafalan.
Entah, perasaan tenang seperti apa itu, puas atau lega, tapi gua suka
sensasi itu. Hingga, di sehabis selesainya jam KBM, dan bertelanjang kaki
menuju kamar: udara itu, sejuk segar itu, aura positif itu, ketenangan hati
ini.
Mungkin gua kasih sedikit gambaran, terkait pembahasan yang serupa, dalam
momen yang pas.
Subuh itu, gua udah ancang-ancang untuk mempersiapkan dari batas setoran
hafalan yang udah ditentukan. Mungkin
sebagian orang akan merasa enak karena ada acuan berhenti, atau malah merasa
rugi karena nggak bisa setoran banyak melampaui batas setoran cepat selesai
sebab batas itu.
Dari lembar acuan setoran yang udah ditentukan, bagi gua, nggak ada kata
sulit atau mudah, banyak atau sedikit. Hanya tumbuhnya percaya diri atau nggak,
yakin lolos atau nggak.
Seberapa panjang ayat suratnya, hari itu, nyatanya gua pd-pd aja. Meski
lalaran adalah sebuah keniscayaan, cukup beberapa kali bolak-balik, mushaf itu
gua tutup dengan kata lolos yang seakan udah berada di depan mata.
Ini akan mudah, so easy: bismillah!
Sampai sedatangnya beliau dan dipersilahkan itu, nyatanya gua malah mundur
buat mengulang, bahkan sampai 2 kali dan tetap berakhir gagal!
Gua belum pernah se-oon itu sebelumnya. Padahal jadwal setoran ini adalah
surat-surat yang cukup familiar dan tentu untuk chemstry. Tapi pas maju
menghadap beliau rohimahullah, tiba-tiba aja tuh, seperti sihir, semua hafalan
yang ketika lalaran sambil nutup mata-mulut nyerocos lancar jaya, seketika
lupa: mengha’eu-ha’eu penuh getir.
Bukan hanya itu, hal yang menjadikan epic momen adalah perihal gebrakan
baru dari MQQ yang menyediakan meja lipat untuk pengajar yang sangat pas untuk
kelas model halaqah duduk mengitar. Selain menjadi alas menaruh kebutuhan
pengajar penyimak, sejatinya meja itu memiliki peran yang nggak kalah penting,
suatu gebrakan yang benar-benar gebrakan: menjatuhkan mental siswa didik!
Brak!
“Salah!”
Brak!
“Salah!”
Nggak hanya menjatuhkan mental, nyatanya gebrakan itu juga menjatuhkan
hafalan, rontok luruh, hancur lebur berkeping-keping: menguap, nggak tersisa.
Udah menjadi resiko untuk masuk ikut kelas jenjang ini, ditambah memiliki
pengajar penyimak yang cool ganteng kalem yang sepertinya menganut paham “diam
adalah emas”, sebagaimana ketika menghadapi seorang pacar yang sedang ngambek:
kita harus mikir, salah kita di mana?
Hingga sampai lama dan pusing, salah itu nggak kunjung ketemu. Dengan itu,
gua tetap dicap orang yang salah. Dan orang yang salah nggak boleh untuk naik,
meneruskan hafalan.
Sejatinya feel tenang itu ditentukan di sini. Momen setoran inilah yang
menjadi titik krusial.
Nggak ada sejuk dan segar udara, seketika hari itu diawali dengan kemendung
gelap. Segelap hati gua yang menganggap mudah hafalan Qur’an.
Dengan itu, tergambar, bagaimana para hufadz itu menjaga hafalan dan bersih
niat mereka.
Allahumarhamni bil Qur’an.
Komentar
Posting Komentar