Jika Stephen King mengatakan bahwa, “Setiap
penulis memulai sebagai pembaca yang jatuh cinta pada kata-kata,” maka bisa saya
katakan dengan tegas bahwa: Pak Fahruddin Faiz adalah salah satu alasan saya
jatuh cinta pada kata-kata.
Saya akui, saya hanya seorang pembaca yang mencoba
pede dalam membaca, seorang pembaca yang dengan tidak tau dirinya bercita-cita ingin
menjadi seorang penulis. Entah bagaimana jalannya, saya hanya mencoba terus
berusaha menapaki setiap harap untuk menyusuri, meraba kata, —meski terbata—
menyentuh, dan merajutnya menjadi suatu kalimat utuh.
Pun saya akui, saya belum begitu cukup untuk
mengenal para penulis panutan. Apalagi untuk meniru kerja keras jejak langkah
mereka dalam menulis dan membaca; sepenuh pemikiran dan perasaan.
Tapi hari itu, berbeda.
Ruang auditorium besar, luas, dan megah itu
nyatanya malah membuat sesak, nafas saya seolah tertahan: impian khusyu’
seorang pembaca itu akhirnya terwujud di depan mata!
Pak Fahruddin Faiz di sana, saya hampir
menangis.
Seorang pembaca itu bertemu idolanya, seorang
penulis yang membuatnya jatuh cinta pada kata-kata.
Dalam momen yang luar biasa, saya berkesempatan
menghadiri seminar bertajuk “Self-Healing dan Spiritualisasi Qur’an: Tafsir
Filosofis Untuk Jiwa Gen-Z”, sebuah acara yang keren lagi ramai.
Duduk saya di bangku paling belakang, bangku
yang tersisa, mengambil sisi paling kiri lurus tengah dari barisan khusus
laki-laki.
Waktu
bergulir untuk pemaparan dan tanya jawab.
”Tidak perlu ketakutan duluan, tidak perlu
cemas duluan, karena masa depan itu belum jelas, toh masih besok, kenapa stressnya sekarang?! Sekarang itu
fokus saja mempersiapkannya. Dan tentunya kalian itu punya Allah; apa yang
tidak mungkin bagi Allah? Apa yang tidak bisa bagi Allah? Jangan merasa putus
asa! Jangan jadikan kekuranganmu sebagai hambatan, tapi jadikanlah sebagai
tantangan!”
Untuk semua ucap beliau dengan intonasi paling
syahdu.
Saya mencintai itu.
Sesi
akhir, ruang itu benar-benar hilang udara. Saya lupa cara bernafas. Saya kira,
saya telah habis: dengan sisa basah hujan di sekujur pakaian, menghampiri, berdesak,
patah-patah mengeluarkan 5 tumpuk buku dan sebatang pena, sisanya hanya tentang
gemetar.
Diucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya, sebanyak-banyaknya, sedalam-dalamnya untuk
Dr. Fahruddin Faiz M.Ag. atas segala ilmu dan contoh baiknya. Juga tentu saya
berterima kasih atas keluangan waktu untuk sepotong salam menyalimi cium tangan,
gurat tanda tangan di 5 buku yang belum selesai saya baca semua (meskipun ambisi
menaklukan itu tetap saya perjuangkan), dan beberapa keping foto yang sangat
amat berharga (maaf pak kalau saya dekil hehe). Semoga sehat selalu pak, selalu
saya tunggu buku-buku kerennya do’akan saya
Komentar
Posting Komentar