Salju
Cintailah kekasihmu sekadarnya saja, siapa tahu nanti ia akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekadarnya saja, siapa tahu nanti ia akan jadi kekasihmu.
Pernah dengar kalimat ini?
Kalimat yang diucapkan oleh Sayyidina Ali ini rupanya memang nggak asing bagi gua, seringkali menjumpainya di bacaan, sesekali mengutipnya sebagai tulisan.
Tapi sejujurnya, gua belum benar-benar memahami kalimat ini, seutuhnya.
Mungkin, kita yang dilarang untuk mencintai kekasih secara penuh. Hal yang menyebabkan menjadi musuh untuk hal yang kita cintai, atau mungkin menjadi cinta pada hal yang kita musuhi, semata-mata ya karena, hal yang disikapi secara berlebihan itu nggak baik: berlebihan itu nggak baik.
Hanya sekedar itu.
Tapi nyatanya, hal yang terilhami dari buku yang dibaca, pemahaman itu dirasa lebih manis dari apa yang kita persepsikan. Dengan itu, kita seperti merasa jadi orang yang beruntung, paling beruntung.
Buku ’Jatuh Cinta Kepada-Nya’ pada hal 160, Dr. Fahruddin Faiz mengutip perkataan Imam Syafi’i:
”Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang, maka Allah akan menimpakan kepadamu pedihnya sebuah pengharapan. Supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat cemburu kepada hati yang berharap kepada selain Dia. Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.”
Itu kenapa, penggalan epilog buku itu berbunyi:
Jatuh cinta juga berarti siap mengalami kekecewaan dan patah hati dalam perjalanannya, yang jika dirawat dengan benar justru akan menumbuhkan cinta sejati. Karena cinta tidak sekerdar relasi antarmanusia, tetapi berakar pada kasih sayang Ilahi yang menyatukan segala sesuatu. Sehingga, cinta tidak hanya menghangatkan jiwa, tetapi juga membersihkan hati dari belenggu duniawi.
Dengan ini, lalu?
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Komentar
Posting Komentar