Landak
Ada yang pernah dengar dengan istilah Hedgehog’s Dilemma?
Sebuah artikel
yang gua baca tentang dilema landak satu ini cukup menarik. Konsep yang
dicetuskan oleh seorang filsuf Jerman, Arthur Schopenhauer, konsep ini
diilustrasikan dengan landak.
Sebagaimana
karakteristiknya, landak kerap kali saling berdekatan untuk mencipta hangat
pada saat cuaca dingin. Tapi di sisi lain, karena duri yang dimilikinya, dapat
menyebabkan landak lain terluka sebab duri yang saling berdekatan.
Hanya ada 2
pilihan bagi si landak: hangat tapi saling melukai, atau tidak melukai tapi
kedinginan seorang diri.
Jika konsep ini
diterapkan dalam hubungan antar sesama manusia, mungkin kita pernah menemukan
interaksi sosial yang seperti ini: satu sisi kita butuh dan sangat ingin dekat
dengannya, tapi di sisi lain kita takut menyakitinya.
Di selesainya
gua membaca artikel tersebut, sepotong nama muncul begitu saja dalam benak ini.
Seolah relate dan terjawab, atau mungkin juga terwakili untuk dijelaskan dengan
konsep ini.
Kalau ada orang
yang paling gua kagumi di pondok ini, selalu ingin dekat dan mencontoh apapun
darinya, pastilah orang itu adalah guru gua: Bang Romi.
Dengan nama lengkap
yang bisa dipanggil Habib Muhammad Haitsul Kiromi, karena secara memang, Bang
Romi adalah ahlu bait. Tapi memanggilnya dengan sebutan ‘Bang’, membuat gua
merasa lebih dekat.
Karena
kenyataannya, bahwa gua dan Bang Romi masih tergitung satu asrama dan jam’iyyah
daerah yang sama, nggak semerta-merta bisa pede sedekat dan seakrab itu.
Canggung,
sungkan, malu, juga kesan ‘nggak enakan’ masih aja menggerogoti jiwa ini:
sedari dulu, hingga kini.
Ya, sebagaimana
konsep hedgehog’s dilemma atau dilema landak itu.
Hal yang
menjadikan alasan untuk berdekat dan mencari hangat ini adalah tentu perihal
rasa keterkaguman gua padanya. Soal sikap, sifat, ilmu, pengalaman, bicara,
bercanda. Sejatinya kita nggak bisa menilai dengan tepat suara hati. Satu hal
yang pasti, rasa nyaman itu muncul dengan sendirinya.
Kita sepakat,
selalu ada kesan nyaman yang terpancar dari orang menjadikan ilmu sebagai
tumpuan hidup dan bersikap.
Dalam segala
hal, dari sedikit hal yang gua kenal, Bang Romi adalah panutan.
Tapi di sisi
lain, suatu hal yang menjadi duri yang dapat menyakiti adalah mungkin perihal
kesalahan yang gua sebabkan sendiri. Perihal gua yang jarang ikut agenda
jam’iyyah, satu dua ngumpul-ngumpul, satu dua andil dalam agenda penting.
Atau mungkin
karena memang sedari awal udah minder terlebih dahulu, mengekor sikap nggak
enakan, nyatanya bisa berdampak pada hal-hal yang nggak semestinya dan
menyiksa.
Perihal kesan,
gua akui nggak sebanyak kesan teman-teman yang lain. Tapi ada suatu kesan yang
sangat mengena dan masih gua ingat sampai sekarang. Perihal suatu pelajaran
dalam berorganisasi, berusaha mengkaji kembali makna kekeluargaan di dalamnya.
Di ujung malam,
perkumpulan itu sepenuhnya panas dingin. Ya, topik obrolan yang membuatnya
terombang-ambing. Terkadang panas, terkadang dingin, terkadang biasa-biasa aja.
Tapi kali itu beda: panas dan dingin dalam satu topik obrolan yang sama;
meriang.
“Sebelum ke
temen lu, gua pengen setiap dari lu pada jujur tentang apa kejelekan gua, hal
apa yang nggak lu suka dari gua?!”
Spontan saja
wajah-wajah dari perkumpulan yang melingkar itu seketika berubah menjadi resah
dan gusar, tetap dalam tarafnya masing-masing.
Bagaimana bisa
kita ngomong kejelekkan orang di hadapan orangnya langsung dan disaksikan khalayak
ramai?
Bagaimana jika
ia nggak berkenan atas kejujuran ini?
Atau bahkan
bagaimana jika nanti harus menjawab tidak adanya kesalahan tersebut?
Di ujung obrolan
santai dan melempar canda, adalah pembahasan perihal evaluasi organisasi. Lebih
khususnya lagi, pada suatu khalayak yang masih satu angkatan atau segenerasi.
Konflik awalnya sebenarnya adalah perihal adanya kerenggangan di antara anggota
organisasi.
Hingga
pertanyaan itu terlontar, pertanyaan yang seharusnya ditujukan untuk
masing-masing anggota kepada anggota lainnya.
Masing-masing
orang mulai menjawab dengan jujur dan gemetarnya.
Ia menjelaskan,
memberi pengertian.
Bahwa satu hal
yang menjadi kunci dan harus diperhatikan dalam organisasi, adalah perihal
komunikasi dan keterbukaan. Ikatan, hubungan.
Hingga,
masing-masing di antara kami semua, beranjak pulang dengan ketenangan
manusiawi: tepat, sebelum dini.
Kabut, dingin,
lengang; masih terasa sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar