Ksatria

Di hampir masa yang bertahun-tahun, seorang ksatria bingung, “kenapa perjuangan ini tanpa hasil?”

Sebagai seorang perancang strategi dan pembangun serangan, ia memilih untuk bermain di belakang layar, memilih menjadi otak dan dalang.

Bukan tanda menyerah, hingga putus asa dan lelah. Sama sekali, ia hanya bingung dan tak habis pikir.

Kini, ia lebih, tambah, semakin, begitu berani: ia maju paling depan, menghadap siapa yang selama ini menjadi harap taklukan.

Pasukannya bersiap, belum sampai pedang itu ia tarik dari sarungnya, ia berbalik tanpa sempat tercengang. Sebagai seorang perancang strategi dan pembangun serangan, seorang ksatria seharusnya sadar akan medan perang.

Ia mundur, bukan tanda kalah: hanya mengalah, penuh sadar.

“Ada apa, Ksatria? Kenapa anda menarik pasukan saat perjuangan kita telah bertahun-tahun ini? Bukankah pedang itu masih tajam dan bersih?” Tanya seorang kavaleri.

“Perjuangan ini bukan berarti sia-sia, hanya saja aku sadar: pedangku ini tahajud, sedangkan benteng ia adalah istikhoroh. Entahlah, aku tidak pernah setidak percaya diri seperti ini sebelumnya.”

“Bukankah itu sama-sama sholat, Ksatria?”

Pertanyaan tersebut dijawab dengan derap kuda yang berlari menjauh, perlahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Termometer

Semut

Kepompong