Juara

Satu lagi dari momen acara kemarin, dari hal yang sekiranya perlu ditulis tersendiri.

Masih teringat perihal beberapa kata di ujung tulisan ‘Barista’? Gua menulisnya ‘Cepat saja, setelah ada penampilan cipta baca puisi oleh perwakilan pemenang, acara ditutup dengan pembacaan do’a, pemberian hadiah pemenang lomba, dan foto bersama’ kala itu.

Dari hal yang sempat atau dipaksa sempat, gua akan membahasnya barang sejenak.

Berbeda dari edisi sebelumnya, acara Ngaji Jurnalistik kali ini memiliki serangkaian lomba sebagai persyaratan untuk bisa mengikuti acara. Ada 2 jenis perlombaan, yaitu Lomba Cipta Baca Puisi dan Lomba Festival Literasi.

Cipta Baca Puisi, adalah jenis perlombaan dengan penilaian yang diambil dari menulis dan membacakan puisi hasil tulisan itu.

Festival Literasi, adalah jenis perlombaan menulis yang mencakup semua jenis genre rubrik tulisan, mengecualikan puisi.

Baik Lomba Cipta Baca Puisi ataupun Lomba Festiva Literasi, bisa diikuti oleh siswa jenjang madrasa aliyah maupun mahasiswa, baik putra maupun putri.

FYI, perlombaan ini sama sekali nggak dipungut biaya, alias gratis tis tis!

Pamflet pengumuman ditempel: pendaftaran, pengumpulan, dan penilaian.

Masing-masing kategori lomba akan diambil juara 1, 2, dan 3.

Dari panjangnya step pendaftaran dan pengumpulan, cerita langsung melompat ke step penilaian.

Untuk Lomba Cipta Baca Puisi, ini tentu membutuhkan juri yang berintegritas dan berkualitas di bidangnya. Bukan hanya perihal analisis muatan sastra dalam karya tulis puisinya, tapi juga untuk gestur dan artikulasi pembacaan. Maka dari itu, juri diserahkan kepada ahlinya, ‘sastrawan’, beliau seorang guru dan nggak ingin dikenal.

Lalu, untuk Lomba Festival Literasi, penilaian diserahkan kepada panitia. Untuk itu, melihat dari jobdes poin penentuan hadiah lomba, pemenang lomba juga seharusnya ditentukan oleh seksi acara. Seharusnya sih gua, seharusnya sih gitu.

Berbeda dengan Lomba Cipta Baca Puisi yang ‘satu pintu’ untuk penilaiannya seperti audisi, Lomba Festival Literasi memiliki penilaian koperatif yang lebih rumit, dengan berbagai deras arus karyanya.

Karya-karya peserta putra dirasa lebih mudah dengan memungkinkan pengumpulannya menjadi satu sumber. Tapi untuk karya peserta putri dengan berbagai asrama berbeda dan protektif prosedur rumitnya yang berbeda, mengharuskan untuk membuka pintu-pintu yang berbeda untuk pengumpulan karya peserta putri yang nggak perlu ditanya lagi perihal deras arusnya yang meledak membludak.

Dengan itu, mungkin karena ‘kebaikhatian’ ketua penitia, gua hanya disodorkan beberapa judul kategori calon pemenang dari karya putra dan putri, dari sekian banyak karya lain yang tereliminasi.

“Bang, awakmu tinggal tentuin buat juara dua dan tiganya aja. Diambil dari karya putra, satu. Putri, satu. Nih, baca aja dulu, dikoreksi, terus tentuin juaranya. Aku udah dapat buat yang juara satunya.” Komando langsung dari ketua panitia.

Dengan tugas yang lebih ringan, gua tetap fokus untuk karya-karya itu. Menatap setiap kata pada berbagai judul-judul hebat itu. Gua hanya tinggal menentukan juara 2 dan 3, perwakilan peserta putra dan putri: cukup mudah.

Hingga, nama juara itu keluar. Gua segera melapor.

“Bang, nih nama-nama juara yang lainnya. Direkap, dibuat listnya, terus diprint buat sesi pembacaan juara.” Komando itu setelah menerima laporan, lagi-lagi, seraya menyerahkan list juara Lomba Cipta Baca Puisi dan juara 1 Lomba Festival Literasi.

Tepat saat menerima list-list nama itu, seketika tangan gua lemas, sedikit gemetar dengan tatapan nanar, cukup  termenung di hadapan kertas-kertas karya dengan tertera nama penulisnya: sama sekali nggak familiar, sangat kenal betul dengan nama-nama itu.

Mungkin agak nggak pantas untuk bilang guru dan murid, dirasa cukup dengan menganggapnya sebagai teman belajar bersama di kelas jurnalistik di setiap minggunya yang udah teramat bangga mengetahui, bahwa juara 1 dari Lomba Cipta Baca Puisi dan juara 1 Lomba Festival Literasi dimenangkan oleh jebolan penulis dari kelas kami!

Dan satu hal yang perlu digarisbawahi, para juara 1 itu nggak ada sekalipun hasil keputusan gua pribadi karena gua nggak ada bersinggungan. Jadi nggak ada tuh istilahnya nepotisme dalam acara ini: nggak banget!

Untuk juara 1 Lomba Cipta Baca Puisi dimenangkan oleh angkatan lalu, dan juara 1 Lomba Festival Literasi dimenangkan oleh angkatan kini, kebetulan ketua kelas kami. Nggak ada kata yang tepat diucapkan saat sesi pembacaan juara, berdiri tegap, bersiap, tersenyum menyambut para penulis-penulis hebat itu.

Bukan sebagai panitia seksi acara, gua kakak dari mereka semua.

“Kakaaak...” Serunya haru.

Gua tersenyum lebar.

“Bangga banget!” Hanya 2 kata itu, cekat.

Sampai gua benar-benar menyerahkan sesi momen itu kepada ketua panitia untuk mengumumkan list para juara dari masing-masing lomba. Nggak tau kenapa, mood presenting meriah itu seketika kalut, larut, merasa teduh.

Gua hanya berdiri tegap di samping panggung, tepat saat brieving panitia penyerahan juara: tepat saat juara 1 Lomba Cipta Baca Puisi tampil membacakan puisinya, dan artikel juara 1 Festival Literasi mengalahkan sekian judul tulisan.

“Kakak, ditunggu hadiahnya!” Ucapnya semangat.

Haha.

Diucapkan selamat untuk Tiara Zahrotu Anja!

Diucapkan selamat untuk Wafda Nuril Lailiyah!

Kalian hebat!

Teruslah hebat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dosa

Dompet