Eroteme
Suatu hari gua pernah ditanya sebuah buku, katanya, “Seriuskah Cinta Seorang Laki-Laki?”
Dengan itu, apa yang kalian harap dari pertanyaan tersebut?
Semakin sering kita menarik selimut lembar buku, tidak menafikan untuk gelisah mimpi yang didapat darinya, dalam hening, senyap, lenyap kadang terasa hangat, kadang gerah.
Tidak selusuh selimut murahan, “Semua lelaki buaya!” dan “Perempuan selalu benar!”
Selimut-selimut ini lebih menjamin untuk nyenyak, meski tanpa kasur dan ucapan selamat tidur.
Kita mulai dari Chairil Anwar!
Joko Pinurbo, dalam Berguru Kepada Puisi, mengenang dengan tulus, “Chairil Anwar adalah penyair yang namanya paling dikenal, kisah hidupnya paling menarik perhatian, buku puisinya paling sering dicetak ulang, dan hari kematiannya dimuliakan.”
Bahkan, sebagaimana yang dituliskan dalam Seri Buku Tempo, Chairil Anwar Bagimu Negeri Menyediakan Api, Penyair Ahasveros-Klandestin ini mempunyai selarik puisi aforismanya yang terkenal “Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.”
Lalu, Haruki Murakami menyatakan dengan implisit pada dialog antara Pak Kafuku dan Misaki dalam Lelaki-Lelaki Tanpa Perempuan, “Soalnya kan perilaku kita tidak bisa ditunjuk secara pinpoint atau dengan eksak seperti itu. Orang menjalin hubungan dengan orang lain, terutama dalam kasus laki-laki menjalin hubungan dengan perempuan -bagaimana sebaiknya kusebut- biasanya didasarkan atas hal ihwal yang lebih menyeluruh. Lebih ambigu, lebih egois, dan lebih memedihkan.”
Hingga, potongan hikmah Maulana Jalaluddin Rumi dalam Fihi ma Fihi yang dijaga baik dan mengharum dalam Menjadi Hamba Menjadi Manusia-nya Dr. Fahruddin Faiz, “Kamu memiliki kebiasaan ingin mengubah akhlak lawan jenismu, pasanganmu, untuk membersihkan ketidaksucian dan memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka. Menyucikan dirimu sendiri melalui mereka lebih baik daripada mencoba menyucikan mereka melalui dirimu. Ubahlah dirimu sendiri melalui mereka. Temuilah mereka dan terimalah apa saja yang mereka katakan, walaupun dari sudut pandangmu ucapan mereka itu terdengar aneh dan tidak adil.”
Berbeda dari tertamparnya diri, beberapa potong hikmah dari gurunya Ar-Rumi, Syams Tabrizi, yang kelopaknya terus mewangi dalam taman indah Kidung Cinta-nya KH. Husein Muhammad
Kaidah 12
“Perjalanan untuk menemukan cinta akan mengubah kita. Siapapun yang berusaha menemukan cinta pasti akan tumbuh menjadi pribadi matang. Saat kau mulai mencari cinta, kau pun telah mulai berubah, di dalam amupun di luar.”
Kaidah 19
“Jika seseorang ingin mengubah cara orang lain memperlakukan dirinya, maka lebih dulu dia harus mengubah cara dia memperlakukan dirinya sendiri. Bila dia tidak belajar untuk menyayangi diri sendiri, setulus dan sepenuh hati, dia tak mungkin dicintai. Bila dia telah mencapai tahap ini, berterimakasihlah atas segala duri yang telah ditancapkan orang lain pada dirinya. Itu pertanda dia akan segera dihujani bunga mawar. Bagaimana mungkin seseorang bisa menyalahkan orang lain hanya karena mereka tidak menghormatinya, sedangkan dia sendiri tidak patut dihormati”
Bagaimanapun cahaya Sang Matahari dari Mataram, Ki Ageng Suryomentaram, kita petik satu dalam Laki Rabi-nya, “Pastikan anda menikah dengan Padha Manungsane.”
Tentu perihal sesama manusia. Tapi yang perlu kita ketahui, nggak setiap manusia itu manusiawi!
Dirasa terlalu tebal selimutnya, terakhir, seorang penulis panutan dengan lebih dari 50 bukunya, Tere Liye menyentil, “Biasanya orang yang sungguhan cinta, justru sulit sekali mengatakannya. Keringetan. Malu. Takut. Gugup. Gemeteran. Maka kalau ada yang naksir kalian, mudah sekali bilang, malah boros sekali nge-gombal, berhati-hatilah. Bukan malah cekikikan senang.”
Dengan itu, lelaki cengeng ini mulai membaca do’a tidur
“Bukan dengan A harus B, ataupun B harus A. indahnya kita yang C.”
Komentar
Posting Komentar