Suatu hari, kepikiran aja: “Kok hidup ini indah juga, ya!” , “Kok orang-orang pada baik banget!” Kepikiran, kepikiran, kepikiran, sampai mikir beneran: “Sebenarnya orang-orang pada baik ke gua, apa karena gua yang baik hingga dibalas baik atau memang saja ia orang baik yang sedang melakukan hal baik?” Sudah barang tentu, kitalah yang paling tau tentang kita. Meskipun belum sepenuhnya memahami diri secara utuh. Seenggaknya, kitalah yang membersamai kita sejak lahir sampai kini. Seenggaknya kita udah cukup pede untuk mengakui ‘kenal’. Kalau lu jadi gua, apa jalan keluar pikirannya? Apa yang lu lakuin? Gua serius tanya. “Apa gua pantas untuk mendapatkan perilaku baik ini?” Itu pertanyaan terakhir, yang keluar. Pikir gua, cuma ada satu cara untuk menjawab pertanyaan itu: ya jadi orang baik, apalagi?! Kalau mau tau, pantas atau nggaknya kita untuk mendapatkan perilaku baik, ya jadilah orang baik. Jadilah orang yang berperilaku baik. Perluaskan peluang kemungkinan itu d...
Kala itu, menjadi sebuah pembelajaran: bahwa seenggaknya kita, harus sadar. Buku itu menjadi titik awal yang penting, sebuah usaha untuk mencoba memeluk diri sendiri. Entah kenapa, dari sekian pembahasan hebat, penjelasan itu terasa begitu mengena, membekas dan menyisakan renung. Dari sebuah buku yang berjudul, “Jatuh Cinta Kepada-Nya” , Dr. Fahruddin Faiz tampak terampil saat menyajikan pemikiran yang benar-benar membuat berpikir, pemahaman yang benar-benar membuat paham. Sebuah konsep luar biasa dari Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi perempuan yang menjadikan cinta sebagai jalan nafas hidupnya, perihal suatu hal yang dinamakan ’ridha’. Ada kutipan menarik yang coba gua jelaskan pribadi, bahwa “Tidak masalah jika kita berdo’a agar Allah ridha kepada kita. Di sisi lain, padahal Allah sangat sayang kepada hambanya, sudah jelas Dia ridha. Tapi pernahkah kita sesekali berpikir, bukan berdo’a menuntut agar Allah bisa ridha kepada kita, tapi kitalah yang bisa ridha kepada A...
Tidak ada padanan kata yang tepat, yang sempat, untuk dan di hadapan blog yang terhitung 64 hari; 2 bulan tak tersapa. Sungguh ini kegagalan yang besar. Sungguh itu kekecewaan yang berat. Penulis tidak lagi menulis. Tidak dapat dipungkiri untuk sebuah tulisan yang menjadi bacaan, sebuah bacaan yang seharusnya dibaca. Saya tidak tau persis, siapa yang akan membaca tulisan-tulisan di blog ini, berapa orang, kenapa mereka kesini dan membaca. Bahkan untuk, apakah ada yang membaca? Apakah tulisan-tulisan ini bermanfaat? Apakah tulisan-tulisan ini ada pembaca setia dan menunggu-menyesal jika saja sampai terlambat terbit? Sejauh ini, yang bertanya pun tidak. Atau mungkin, tau pun belum tentu. Tapi satu hal: blog ini dengan semua tulisannya, sangat amat berarti bagi saya. Tidak ada tulisan yang buruk. Setiap tulisan, setiap bacaan, memiliki pasar bacanya masing-masing. Memiliki pembacanya masing-masing. Jika kalian tidak suka pun, ya tidak apa-apa. Berarti kalian bukan termasuk...
Komentar
Posting Komentar