Scooter
Cukuplah ditancapkan beberapa daring sebagai cagak hari.
Sedari
ngos-ngosan buru-buru berangkat ngampus berakhir matkul evaluasi pendidikan
yang daring. Blubuk-blubuk, pagi itu terobati es oyen di tengah siang.
Lalu, dari
ngaji mingguan ustadz Jakarta yang tentu daring, menolong malam untuk mencintai
senjanya.
Perihal senja
itu, jadi gini ceritanya:
Selepas pulang
ngampus, nyuci, mandi, sholat, taqarruban illallah wa khurujan min jami’il
ma’ashi, nyatanya memejamkan mata dirasa lebih tentram dan rela.
Hingga
bangunnya di waktu sore dan ngaji daring itu, ada suatu hal yang terlupa:
seharian ini gua belum makan!
Nggak banyak
ribet, lapar ya makan. Beruntung sekali saat itu, motornya nganggur. Suatu
kebahagiaan tersendiri bisa menjelajah sore dengan naik motor. Maul malah ikut.
Sesuai kesepakatan di awal: cari makan. Indah sore hanya tambahan, meski
mengena.
Beranjaknya
dari jalan pondok, spidometer naik turun rendah-rendah.
“Lu mau makan,
apa?” Tanya pengemudi.
“Katsu aja kali
ya, Bang?”
“Lah, kenapa
tanya gua? Kan lu yang makan.”
Sama sekali
tanpa kesal, pengemudi itu akhirnya menuruti selera makan si penumpang. Ia beli
3 porsi, pengemudi malah lebih berselera penyet ayam.
“Pak, tinggal
dulu ya!” Ucapnya pada bapak pedagang ayam yang pede untuk sebut langganan,
penuh hormat: beliau orang baik, pedagang yang asik.
“Iya, Bang!”
Mungkin saking
langganannya, saking akrabnya.
Ini dia,
perjalanan dimulai: enjoyed this journey!
Dengan
kecepatan rendah, motor otok-otok itu membawa 2 lelaki untuk mengenal sore
lebih dalam: mengenal anginnya, sejuknya, suasananya, langit dan ramahnya.
Suatu pasar sore memberikan cintanya tersendiri, suatu nuansa penuh cinta:
wajah-wajah itu.
“Bu, pentolnya
10 ribu, campur. Pakai kuah, sambel, sausnya sedikit. Jangan dikasih kecap.”
Entahlah, baginya makan itu harus nasi. Seplastik besar pentol itu ia anggap
jajan.
Terima kasih
itu ia ucapkan tepat saat selepas menyerahkan uang lembaran 10 ribu.
“Itu ada apaan
sih ramai-ramai?” Tanya pengemudi.
“Lu nggak tau,
Bang? Ini lagi event KSF! Kediri Scooter Festival!” Penumpang menjawab merasa
keren.
Tapi emang, KSF
adalah suatu event penuh pesona. Berisikan abang-abang kece dengan vespa
kecenya. Untuk pasangan perempuan yang ikut serta, juga terbawa kece: entah
karena dari abang-abangnya, atau mungkin vespanya.
Motor otok-otok
itu menepi. Bukan maksud kalah saing.
Sandal itu
dijadikan alas. Dari tepian yang berada lebih tinggi dari hamparan lapang
padang rumput luas di depannya, senja kala itu membalut segala hal tentang
semua romantisasi: jaket gagah abang-abang dan pelukan hangat kakak perempuan
di belakangnya, nyaring suara vespa seolah memberi olokan bahwa 2 lelaki itu
salah dalam menikmati senja.
“Bang, kayaknya
keren deh. Vespaan toh, gua dari Kalimantan sama istri, pecian sarungan, ikut
event-event begini. Nanti buka camp kayak yang di sana tuh!”
Salah besar,
lelaki kurcaci itu memulai halu!
“Vespaan dari
Kalimantan, duit habis buat beli bensin doang lu!”
“Oh iya, ya.”
Ia menyadari
kebodohan itu, perihal seperangkat vespa dan mesinnya. Tapi, halu itu tetap
berlanjut. Gua berikan waktu untuk ia yang merangkai dan mengemukakan, gua
hanya mendengarkan. Ia malah cengar-cengir.
“Gua mah nggak
muluk-muluk, cuma vespa small frame warna oranye polos ngejreng, bla...
bla... bla...”
Kami berbla...
bla.. bla... ria. Saling dengar dan cengar-cengir secara bergantian, dalam
halu-halu panjang dan lugu.
Itu seru.
Gua rasa,
terkadang, kita perlu itu dalam hidup.
Komentar
Posting Komentar