Rambu

Di suatu rambu lalu lintas yang berwarna merah, di antara ramai pemberhentian kendaraan, gua malah menerawang langit sore di sebalik daun pohon trembesi: lalu melamun berpikir menerka, membiarkannya berleluasa.

Sebagaimana layaknya suatu lampu merah, ramai pemberhentian kendaraan nggak mungkin berada di posisi variabel simetris yang sama. Di ruas lajur kiri, kendaraan mengantri memanjang di jalur itu. Jarak setiap kendaraan dengan rambu lalu lintas pastilah berbeda: ada yang dekat, cukup dekat, ada yang jauh, dan cukup jauh.

Di sedari lampu merah pemberhentian, lampu kuning mengisyratkan tiba lampu hijau yang terpuja itu untuk bergerak dan titik tujuan.

Sampai pada akhirnya, warna lampu itu menjadi stimulus untuk pikiran yang semakin menyasar kemana-mana, menjadi-jadi.

Bagi gua, hidup sesederhana seperti rambu lalu lintas.

Dalam hidup, selayaknya kendaraan, tentu kita harus bergerak. Kita tetap harus mengatur kecepatan untuk segala hal yang ditemukan di sepanjang perjalanan, lalu pada pencapaian-pencapaian: hal apa yang sekiranya dapat dijadikan pelajaran.

Dengan begitu, bukan berarti montir nggak memberikan kesempatan pada kendaraan untuk mengambil rehat dari mengisi bensin, ke bengkel, atau jeda di pemberhentian rambu lalu lintas. Itu semua udah dipersiapkan, diperbolehkan dan sah-sah saja.

Tapi sebagaimana konsepnya, bahwa rehat nggak boleh lebih lama dari bergeraknya. Ya, setelah sejenak rehat, kita tetap harus kembali bergerak. Rehat untuk bergerak, bukan bergerak untuk rehat.

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dibanding rehat, kata ‘liya’budun’ lebih tepat jika semakna dengan bergerak.

Juga perihal lampu merah tanda berhenti. Gua meyakini, setiap orang punya garis start yang berbeda, titik berhenti lampu merah yang berbeda. Itu jelas kenapa, durasinya mereka saat melewati lampu hijau itu berbeda.

Kita nggak bisa menyalahkan lampu merah, kita nggak bisa mengutuk garis start orang lain. Itu konsekuensi. Tapi, masih ada lampu kuning untuk kita mempersiapkan semuanya, dan lampu hijau untuk membuktikannya.

Setiap orang yang kalah start di lampu merah, tentu harus lebih fokus dan siap di lampu kuning, juga pastinya harus menarik kecepatan lebih kencang untuk bisa mengimbangi atau bahkan melebihi mereka yang mengambil start lebih dulu.

Dengan itu, kenali dirimu, kenali posisi dan potensi kita.

Kita sejenis kendaraan apa?

Di mana posisi garis start kita di lampu merah?

Seberapa siap kita di lampu kuning?

Potensi apa yang bisa kita buktikan di lampu hijau?

Bukalah buku, membaca dan menulislah, berbicara dan mendengarlah: mari kita berlomba dalam pengetahuan dan pengalaman!

Melakukan hal-hal yang dapat merusak mesin adalah tindakan bodoh bagi kendaraan-kendaraan yang nggak akan pernah sampai tujuan!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dompet

Dosa