Kulit

Kesalahpahaman, bagaikan sabatang jarum, kecil, tapi apa jadinya jika menetap di tenggerokan, organ dan saraf-saraf?

Meski banyak jenis, penyebab, dan dampak: kita bahas yang begitu pribumi aja, cukup mengena.

Coba singkirkan dulu segala spekulasi untuk memahami segala huruf compang-camping ini, demi menghindarkan segala kesalahpahaman demi maksud sebuah kesalahpahaman: kesalahpahaman yang dimaksud.

Begitu banyaknya kita bertemu orang dan berinteraksi, nggak menutup kemungkinan, kita juga masih sempat untuk fokus pada interaksi orang lain. Meski hanya dalam lingkup sederhana, pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita.

Hanya karena ia terlalu dan selalu berlaku A pada orang lain yang seolah kita yakin bahwa A itu adalah arti dirinya, inti dirinya: kita merasa berbeda dan tersinggung karena ia yang berlaku B pada kita.

Ia dianggap berbeda.

Kita merasa berbeda.

Kesalahpahaman itu berhasil mencipta percik api, membakar, melebar, membesar, dan hangus. Alih-alih bukan mencari air, kita malah berlicik untuk cepat menentukan siapa yang hangus.

Sebagaimana durian, ia mungkin terlalu dan selalu menampakkan ia yang kulit: kuat, tajam, hebat, menusuk, lebih berwarna dan berekspresi. Nggak harus buruk, mungkin banyak kesan baik yang begitu asik dengan ia yang menunjukkan, menjadi kulit.

Tapi jangan salahkan dan tersinggung, jika ia malah menjadi daging buah yang terkesan lembut, lembek, payah, manja, lebih berharum dan berasa.

Hal yang harus lu tau:

Pertama, manusia itu dinamis, bukan statis. Jadi jangan berharap jika manusia hanya hidup dengan satu sifat sikap. Nggak bisa dipaksa harus begini, dituntut harus begitu.

Kedua, beda dan perbedaan adalah keniscayaan. Itu makna jujur. Jika ada orang yang berlaku beda pada kita, berarti kita memang berbeda dan ia menganggap kita berbeda.

Ketiga, setiap hal bisa ditarik dan dimaknai baik buruk. Begitupun perihal beda, perbedaan, memperlakukan dan diperlakukan beda. Dan kadang, kita salah menilai itu.

Udahlah, capek.

“Dibalik tulisan yang tajam dan berani, apa salahnya penulis yang manja? Ketahuilah, aku cinta fiksi dan sastra!”

Pendar.

“Sebaiknya kamu belajar dua hal itu, meski dimulai dari buku-buku!” Lanjut pada cercah.

Bukan pada tulisan, bukan pada lisan. Wajar saja jika sikap penulis itu tak, sulit terbaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dompet

Dosa