Namrud
Mungkin cukup bodoh untuk menanggapi hal ini.
Tapi, setiap orang perlu bersuara untuk menunjukkan pendirian dan jati
diri!
Surat Terbuka Untuk Paduka:
Maaf jika ucapan ini menyinggung paduka yang mulia, dengan kesadaran
yang penuh: hamba hanya seorang yang lemah, rendah, dan hina dina.
Untuk sebuah kuantitas memang nggak ada yang bisa disangkal dengan penuh
subversif dan destruktif. Tanpa perlu dijelaskan dengan semua advis dan
pedagogis untuk kekuatan dari satuan banyak orang.
Tapi sudikah barang sejenak untuk observasi, eksplorasi, investigasi, dan
eksperimentasi dalam empirism gelanggang gladiator: satu ekor singa tidak pernah takut dan gentar
sedikitpun dengan 100 ekor kambing!
Bukankah panglima, pasukan pedang dan pemanah, kaveleri, ataupun pemegang
tombak dan tameng, sangat patriarki? Juga perihal lingkup leadership di segala
bidang dan strata. Malas baca sejarah atau malah nggak punya bukunya? Silahkan
searching dan bayar orang untuk membacakan artikel dan jurnal-jurnal!
Mungkin hamba dirasa kurang attitude dan fatsun yang penuh jika harus
membawa pembahasan kekuatan atau otot yang mungkin menyinggung segala
kelemahlembutan paduka.
Bagaimana dengan mind dan brain, atau rasionalitas dan intelektualitas yang
lebih logice?
Mungkin hamba harus jelaskan, atau mungkin sampaikan, atau mungkin juga ingatkan kepada paduka, bahwa mind dan brain atau rasionalitas dan intelektualitas adalah ilmu. Ilmu itu didapat dengan belajar. Dalam konsepnya, belajar itu mencakup 4 aspek: membaca, menulis, mendengar, dan berbicara. Hal ini belum membahas perihal aspek pemahaman: sesederhana mungkin, hamba tidak bermaksud membuat paduka berlelah-lelah, juga kalah ataupun mengalah.
Alangkah baiknya, paduka memperhatikan 4 aspek tersebut supaya otoritas dan
kapabilitasnya paduka naik. Dengan begitu, paduka semakin terhormat, mulia, dan
agung. Tidak ada lagi, diksi oligarki akan menjadi lelucon di telinga paduka!
Karena kalau dari perspektif hamba untuk diktum, baik dengan persepsi
ataupun representasi, khalayak juga tau bahwa paduka hanya duduk tenang di
istana sambil main hp: scroll ataupun meng-like foto ganteng cowok korea, lalu
nyanyi-nyanyi, teriak-teriak menandakan obsesi atau fiksasi pada suatu hal yang
satu dunia harus tau!
Atau jajan-jajan, ngerumpi, hingga nge-gang penuh kuasa.
Tapi, untuk perihal citra dan martabat yang dirasa kurang pantas perihal
hal di atas, adalah selubung yang mudah sekali ditutupi dan dialihkan isu
dengan meledak-ledaknya dalam diskusi presentasi penugasan yang isi makalah,
isi omongan, dan isi otak sekalipun, itu kosong. Tidak apa-apa, Paduka: yang penting meyakinkan!
Khalayak akan mudah percaya dan tidak ada lagi yang namanya trust issue:
kan masyarakat dominan kebanggaan paduka itu juga sama kosongnya!
Tidak perlu banyak yang dirisaukan. Gampang, bisa diatur!
Sudah, paduka tenang saja. Hidup ini simpel, kok! Memang, apa yang harus
paduka risaukan? Kekuasaan dan pengakuan, nama baik dan muka paduka begitu dielu-elu
khalayak seantero. Siapa yang tidak mengenal paduka? Oooh, kebanggaan dosen!
Terka hamba, perlu kiranya diskusi presentasi ditunda atau bahkan
dibubarkan jika saja paduka tidak hadir dan berhalangan serta dalam forum:
tentu sangat merugi, tentu kami membutuhkan pemikiran brilian kinclong cemerlang
bersinar terang benderang sampai membuat silau itu!
Tapi, ada yang perlu paduka tau, mungkin ini adalah teori sampah yang sudah
paduka baca dan pahami: koreksi jika hamba salah.
“Bahwa kuantitas itu tidak ada artinya. Mudah sekali kuantitas untuk dihancurleburkan
dengan kualitas!”
Sebenarnya menyangkut banyak hal, perihal kualitas, hamba hanya bisa
membahasnya 2: kekuatan dan pemikiran, seperti apa yang sudah termaktub di
atas.
Tapi hamba ingin menyampaikan suatu hal dengan penuh kerendahan dan
kesadaran, perihal ultimatum, “lu tuh minoritas!” masih bisa hamba terima,
Paduka. Tapi, untuk, “lu tuh beban!”: oooh, itu sangat kasar sekali, Paduka...
Pada suatu keterangan yang baru saja hamba baca di tetumpukan sampah, dari
sebuah ucapan Carl Gustav Jung yang mewangi, ia mengatakan, “Berpikir itu
sulit, itulah mengapa kebanyakan orang lebih suka menilai.”
Ia menitip salam untuk paduka.
Perihal apa yang tersampaikan dalam konsep dan sintesis gubahan gugahan,
sangat amat terhormat dan bahagianya hamba, jika paduka berkenan mampir ke
rumah gubuk hamba, untuk meminjam buku atau hanya sekedar minum teh. Meskipun hamba
tau dengan yakin, bahwa perpustakaan istana dan dapurnya, lebih di atas apapun
dan segalanya.
Salam hormat penuh tunduk patuh hamba, rakyat
jelata rumah gubuk baris depan pojok kanan.
Komentar
Posting Komentar