Klausa

Setelah seikat puisi yang penuh rekah dan harum itu digenggamnya, tiba-tiba senyum menjadikan melayu, berubah menjadi risau dan khawatir.

Apa boleh buat? Perempuan itu adalah perempuannya. Tak ada lagi aku ataupun kamu, kita ini milik bersama.

“Bagi orang yang belum mengenal, kejujuran kerap kali diartikan dengan kesombongan yang berdampak pada lahirnya iri dan dengki. Tapi, bagi mereka yang sudah saling mengenal dan dekat, bahayanya, kejujuran bisa saja diartikan dengan kebohongan. Begitu kontradiksi dan paradoks. Dan kamu pun tau kan dampak dari hal ini?”

Perempuan mengerjap, meskipun setuju akan harum yang semerbak itu.

“Dinamakan gombal tidaknya sebuah kejujuran, dapat dibedakan dari sebuah pembuktian atau hanya sebuah omongan.”

“Seharusnya kamu yang sebagai makhluk perasa, bisa merasakan itu. Dan aku tidak sedikit pun melarangmu untuk mencoba memikirkannya.” Kalimat itu masih milik lelaki, perempuan itu masih terdiam: merasa atau juga berpikir.

“Aku tak mau bertengkar, aku tak mau salah satu di antara kita ada yang terluka. Satu hal yang harus kamu tau: aku hanya mencintaimu sebatas mampuku.”  

Komentar

  1. Anonim6/13/2024

    Mas ahbat, selalu bahagia dimanapun kamu berada, dan bagaimanapun keadaannya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Mekar