Tam
Tulisan pendek ini dipengantari dengan tulisan panjang:
Pondok
Pesantren HM Al-Mahrusiyah adalah salah satu unit Lirboyo. Pondok yang penuh
dengan segala kegiatan formal dan non formalnya ini, membuat para santrinya
harus menyerahkan tenaga dan pikirnya di dua dunia keilmuan yang berbeda. Untuk
saat ini, Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah melakukan berbagai serangkain
kegiatan menuju Ujian Tulis. Selain, Muhafadzoh, ada juga Tam-Taman yang harus
dilalui santri yang masih terikat dengan Madrasah Diniyah.
Mungkin
dari kalian ada yang baru dengar dengan istilah Tam-Taman. Tam-Taman atau
koreksian kitab diambil dari bahasa Arab, yaitu تام
atau sempurna. Karena dengan mengingat dawuh Mbah Yai Marzuqi Dahlan, “Petenge
kitab, padange ati,” Jadi bentuk penerapan dari dawuh beliau, ya dengan
Tam-Taman itu. Karena kita semua tau, bahwa قيِّدُوا
العِلمَ بالكِتابِ mengikat ilmu itu dengan tulisan. Kita
semua pasti bisa saja lupa. Karena itu pentingnya tulisan dalam kitab yang kita
pelajari.
Pasti kalian bertanya-tanya tentang, “Mulai kapan Tam-Taman diterapkan di
Al-Mahrusiyah? Dan bagaimana sejarahnya?”
Baiklah, akan dijelaskan. Menurut Gusrian Fadli, salah
satu staf Madrasah Diniyah HM Al-Mahrrusiyah putra sedikit berbagi cerita:
“Jadi,
setiap hal di Al-Mahrusiyah banyak yang mengiblat ke pondok induk. Salah
satunya dengan kurikulum Madrasah Diniyah. Sejak Madrasah Diniyah berdiri di
tahun 1992, saat itu memang masih asli dengan menggunakan kurikulum yang dibuat
pesantren dan kegiatan belajar mengajar hanya sebatas penyampaian materi saja,
belum ada musyawaroh. Lalu di enam tahun berdiri, tepatnya tahun
1998 dengan dikepalai oleh Bapak Jaenal Effendi, Madrasah Diniyah HM
Al-Mahrusiyah putra melakukan pembenahan dengan menyesuaikan kegiatan-kegiatan
yang ada di Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (MHM) Lirboyo, seperti
diwajibkan lalaran setiap sebelum pelajaran madrasah, musyawarah madrasah, dan
diadakannya muhafadzoh akhir tahun sebagai syarat mengikuti ujian madarasah. Dan sepertinya, Tam-Taman pun ikut lahir di tahun itu.”
Untuk saat ini, Tam-Taman menjadi agenda akhir tahun
kedua dengan alur: Muhafadzoh, Tam-Taman, Ujian. Dan semua agenda itu saling
terkait. Untuk bisa menginjak ke step selanjutnya kita harus lulus di step
sebelumnya. Jika ingin bisa ikut Tam-Taman, maka harus lulus Muhafadzoh. Begitu
juga jika ingin bisa ikut Ujian, maka harus lulus Tam-Taman.
Skema dan penggambaran persis dari Tam-Taman itu sendiri,
setiap kelas tingkatan akan diberi batas sampai mana kitab kita akan
dikoreksi maknanya. Dengan berbagai syarat dan peraturan, seperti memaknai
harus menggunakan pulpen 0,3 juga tidak boleh bersampul gambar hewan, tidak
boleh kosong makna 3 baris untuk kitab hamsyi atau kurasan dan sebaris untuk
kitab selain kurasan.
Setelah itu, di hari pelaksana, setiap kelas akan
dibagi ruangnya masing-masing. Satu kelas diisi oleh 2 korektor untuk 2 regu.
Dan masing-masing regu ada seorang anak yang bertugas sebagai ketua regu, untuk
membantu korektor. Sisanya menunggu di luar. Hal yang paling menegangkan adalah
ketika ketua regu memanggil salah satu nama anak yang di luar untuk menghadap
korektor. Untuk mempertanggung jawabkan makna kitabnya. Kesempatan lulusnya
dipertaruhkan. Lalu, di akhir, semua santri akan mendapat kartu. Bedanya, entah
kartu lulus tam atau naqish dan harus her mengulang. Stempel tam juga sudah
tertera di batas akhir setiap kitab pelajaran. Bagi mereka yang naqish
atau tak lulus Tam-Taman akan mendapatkan Ta’ziran dan her.
**
Dengan
menimbang, bahwasanya kita akan menghadapi Tam-Taman atau koreksian kitab,
tentunya pondok menjadi fomo akan tembel menembel. Bukan fomo karena mengikuti
trend, tapi lebih ke keharusan dan tuntutan!
Karena kalau
sampai nggak, sampai naqish dan gagal tam, bayang-bayang her ujian harus
dijalani: lengkap dengan membayar 50 ribu, sehari ujian 3 mata pelajaran, dan
omongan-omongan khalayak yang mungkin akan mengsusik pendengaran dan perasaan.
Disclaimer,
bagi yang baper, keharusan tam diwajibkan 2 kali lipat dari yang lain!
Dengan segala
perayaan penyambutan Tam-Taman ini, di setiap tempat dan waktu, sepanjang mata
memandang, hanya hamparan santri dengan kitab yang terbuka dan pena yang terus
menari mencumbu huruf-huruf tanpa harokat.
Dalam subjeknya, nembel menembel ini
dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok: individualis atau independent dan sosialis
atau general. Tentu, jumlah lebih akan mendapat hasil lebih. Itu kenapa, banyak
dari para nembelers itu membutuhkan joki, setidaknya untuk membacakan
mendiktekan makna yang dibutuhkan kekosongan kitabnya.
Sudah menjadi rahasia umum, atau
mungkin urf’ yang bisa dijadikan patokan hukum, bahwa nembelers yang
membutuhkan bantuan sang joki perlu adanya “sesajen” berupa minuman dan
jajanan, minimal kopi lah!
Ataupun kesepakatan saling nembel
menembeli dengan suatu waktu menjadi penembel dan waktu yang lain menjadi joki
untuk kebutuhan kebolongannya, saling bergantian: nilai simbiosis mutualisme
itu jangan sampai terdistraksi dan terdegradasi maknanya.
“Sesajen” kerap kali mendapat
sorotan kritikan dari para individualis untuk makna lemah, payah, tidak ada
jiwa kemandirian, dan tentunya pemborosan.
Meskipun gua seorang yang “terpaksa”
individualis karena ada pengalaman buruk saat nego dengan joki, sejatinya gua
lebih setuju dengan sosialis.
Jika kita memandang dan menggali
lebih jauh lagi makna “sesajen” atau hidangan joki, ternyata memiliki substansi
yang sangat fundamentalis dalam pengamalan ta’lim wa ta’alum.
Pertama,
“sesajen” diartikan sebagai bentuk penghargaan terhadap ilmu. Karena sejatinya,
si joki telah memberikan ilmu melalui kitabnya.
Kedua,
”sesajen” diartikan sebagai bentuk pembayaran usaha si joki dalam KBM yang
mungkin menahan berat ngantuk, lapar, atau malah mulas. Hingganya, kitabnya
penuh makna.
Ketiga,
”sesajen” diartikan sebagai bentuk terima kasih atas luang waktu dan tenaga
dalam mendikte makna yang mungkin harus bersabar karena nembelers tidak
bisa diajak ngebut.
Keempat dan
mungkin yang terakhir, ”sesajen” diartikan sebagai bentuk sedekah dan berbagi.
Emang apa sih
yang diberatkan dari 2 bungkus nabati dan 1 gelas kopi kapal api? Paling uang
sepuluh ribu juga dikembaliin!
Tulisan ini
ditutup dengan harapan dan do’a dalam motivasi dari dalil:
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah ayat
195).
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْننُهُ
“Orang yang sedekah dan menyembunyikannya sampai tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang sudah disedekahkan tangan kanannya.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar