Onthel
Kenapa onthel?
Karena onthel mengajarkan kita akan
arti kesederhanaan dan jumawa.
Onthel terus menepis, melindungi
kita dari segala distraksi angkuh teknologi, deru mesin dan asap knalpot, untuk
menyadarkan kita akan bias-bias kedaerahan.
Mentalitas sadar diri diterapkan dan
dijunjung tinggi dalam jalur hijau dan menepi. Bukan maksud sepi, bukan tanpa
happy: segala hal harus dipersiapkan lalu hadapi.
Dan tentunya, onthel itu
pergerakannya lambat. Onthel, “L”-nya itu: lambat. Bagaimana berkonklusi
berkonotasi dalam makna tenang dan senang.
Lambat bukan berarti tanpa tuju dan
lemah proses. Lambat adalah perhitungan perjuangan menuju hebat. Lagi pula,
kalua bisa lambat, kenapa harus cepat dan terburu-buru? Bukannya terburu-buru
adalah sifat setan?
اَلْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
Putar roda onthel menandakan
kemajuan, perlahan, dan konsisten.
Juga menyatir kaidah Jawa yang
berbunyi: “Alon-alon asal kelakon.”
Dalam menaiki onthel, kita memang
seharusnya “alone-alone”. Karena kalau sampai nggak, kalau sampai ada
yang numpang, mungkin bisa menjadi lebih lambat: ngos-ngosan.
Albert Einstein pernah mengatakan, “Hidup
itu ibarat menaiki sepeda. Kita harus bergerak agar tetap seimbang!”
Meskipun gua nggak tau Albert
Einstein pernah naik sepeda atau nggak, seenggaknya ia begitu pemerhati sepeda.
Rela menyanding dan menyandang kata sepeda pada makna hidup.
Lalu, meskipun nggak setiap itu
onthel, tapi ketahuilah: setiap onthel itu sepeda!
Intinya, jangan ngaku hidup tanpa
naik sepeda.
Jangan dulu mati tanpa naik sepeda.
Sepedaku.
Sepedamu.
Sepeda kita: onthel.
Komentar
Posting Komentar