Cuih
Mungkin cukup hebat: banding membanding, tentang, siapa yang paling hebat.
“Emangnya
kamu?! Coba lihat dia! Mending dia yang bisa beliin aku ini, beliin aku itu.
Kasih aku ini, kasih aku itu. Kayak gitu kalau mau bahagiain cewek. Lah, kamu
siapa? Kamu apa? Kamu kemana?”
Entah kenapa,
oksigen di terik siang membawa hawa hangat, ke seluruh tubuh, ke pikiran dan
perasaannya: hingga, panasnya.
“Emang kalau
nggak ngasih, tanda nggak cinta?! Bukan nggak, gimana kalau belum?! Lagi pula,
selama ini aku nggak ngasih?! Besar kecil pemberian mempengaruhi cinta?! Semua
dipandang tanpa pemaknaan?! Jadi, cinta karena harta?! Jadi, cinta butuh
alasan?! Kalau udah nggak ngasih, berarti udah nggak cinta?! Begitu yang kamu
maksud? Cinta serendah itu?!”
Ia terdiam,
tetap dengan memeluk pemberian yang dibangga-banggakan itu, mungkin juga dengan
cinta Sang Pangeran Tampan Mempesona Tajir Melintir Kesambar Petir.
“Sejak kapan
kamu seperti ini yang terobsesi dengan segala hal matrealistik? Aku sama sekali
tak ada masalah dengan pengemis. Tapi, ketika ada seseorang yang bermental dan
berpemikiran pengemis, itu sungguh hina dan mengenaskan!” Lanjutnya di sela
mencari sejuk dalam terik.
Bukan tentang
siapa yang memberi dan siapa yang diberi.
Tapi, tentang
siapa yang saling memberi!
Tak perlu kau terka,
untuk siapa peluknya?!
Komentar
Posting Komentar