Belakang

Apapun yang terjadi, harus diterima dan disyukuri.

Dalam hal pesantren, santri, dan liburan: banyak hal yang terbahas. Mungkin semua menarik. Tapi bagaimanapun, memilih nahun atau pulang, pondok atau rumah, ini menjadi hal rumit bagi sebagian orang.

Meski banyak sekali narasi materi, serta contoh dan bukti perihal nahun yang luar biasa. Bisa ditarik dan dalam naung tirakat, santri ya seharusnya tirakat. Sungguh beruntung santri yang mengikuti jalan aur kiainya, para ulama sholeh. 

Tapi, bukan berarti memilih atau dipaksa pulang sekalipun, -tanpa kebaikan. Semua pasti ada landasan alasan. Dengan begitu, gua mencari argument penguat. 

Nggak perlu jauh-jauh dan mengaku, dari telinga yang gua dengar, guru gua pernah bilang:

“Kalian, jika ada kesempatan pulang, ya pulanglah! Mumpung masih ada orang tua, terutama ibu.” Ucap Habib Muhammad bin Abu Bakar Al-Habsyi.

“Pulang! Ngapain sih nggak pulang? Emang ketemu orang tua, lihat wajah, cium tangan, dan nyenengin hati orang tua, nggak barokah?” Kata Bang Romi, -Habib Muhammad Haitsul Kiromi.

Dengan itu, terus apa yang bikin ragu buat pulang?


*Sesampainya pulang, di antara cemas dan lemas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Klausa

Mekar