Banyumas
Nggak ada kesia-siaan dalam bersekutu dengan tulisan. Semua hal yang tertulis, cepat atau lambat, sekarang atau nanti, tetap menjadi harta karun yang bisa dinikmati atau diwarisi.
“Menulis itu
bekerja untuk keabadian!” Ucap Pramoedya Ananta Toer, Guru Segala Bangsa.
Gua percaya hal
itu.
Setiap hal yang
ditulis, tertulis: terasa begitu istimewa. Apapun bentuknya.
Jujur, gua
termasuk orang yang suka menulis sembarangan. Entah soal ide, ataupun objek
untuk meluapkan ide itu sendiri. Karena bagaimanapun, bagi seorang penulis, ide
dan mood di atas segalanya. Itu kenapa, saat penulis dihinggapi oleh 2 hal itu,
meski mendadak, bagai gejolak yang nggak tertahan: harus cari tempat
pelampiasan!
Hingga, pada
suatu waktu yang nggak diduga, gua menemukan sebuah harta karun yang gua pendam
dengan terencana dan menemukannya dengan nggak sengaja. Tentu hal ini menjadi
kebahagiaan tersendiri,
untuk jiwa raga yang sedang jatuh miskin.
Soal waktu yang
hampir menunjukkan jam 4 dini hari, gua terhenyak bingung, lalu mengambil
sebuah binder yang begitu lama nggak gua sentuh. Iseng-iseng aja, baca-baca.
Dahulu kala,
binder gua satu ini menjadi hal wajib, yang menemani setiap gerak gerik pena
dalam mengeja kata. Begitu penting dan berarti. Untuk sekarang, karena ada buku-
buku yang lebih minimalis atau mungkin juga terlalu sering, binder itu menjadi
asing.
Dalam rebah
menunggu subuh dan kantuk, gua mulai lembar demi lembar binder, sesuatu hal
yang pernah menjadi bagian dari diri.
Di sana, gua
sadari kembali, bahwa binder itu benar-benar telah penuh oleh tulisan-tulisan
ala kadar semrawut. Mungkin dari seratus sekian lembar, hanya ada beberapa yang
kosong dan nggak sampai sepuluh lembar. Sisanya?
Binder itu
benar-benar jadi cerminan hari-hari lalu yang panjang. Perihal tulisan yang
rapih atau ceker ayam; tinta hitam, merah, atau gores pensil sekalipun; tegak
sambung atau lemas lunglai; bahasa Indonesia atau arab; huruf atau angka;
kampus atau pondok; fiksi atau non fiksi; tidak sedikit tercantum nama-nama
orang yang dibalut dengan beberapa perasaan; garis-garis spiral atau diagonal
pelambang imaji, juga tentang segala resah hari-hari terkumpul padu menjadi
masyarakat yang rukun satu: dalam kenang.
Haha.
Ada beberapa
hal yang terkesan lucu, juga ada yang jijik. Meskipun hal-hal yang dapat
menarik nafas dalam-dalam lebih mendominasi dari sekian tulisan. Semua kata itu
gua hargai dengan membaca perlahan penghayatan dari mata yang lagi-lagi, nggak
kunjung temu kantuknya.
Hingga di satu
titik, gua terhenyak, mengusik semua nyenyak.
Gau tersadar,
ada satu pembahasan yang terlewat: bahwa di binder itu nggak hanya soal tulisan
gua!
Membaca tulisan
dari huruf lemas lunglai bertinta merah itu, memberi sebuah angin tersendiri.
Terasa semilir hangat di kamar yang sepenuhnya tertiup kipas dengan power nomer
3. Tiba-tiba terasa hangat, memanas, merambat ke hati dan mata.
Gua ingat
tulisan itu. Sebuah tulisan dari seseorang teman yang begitu dekat, salah satu
dari 5 pandawa yang ternyata harus gugur nggak bisa menapaki jalan yang sama.
Memilih jalan lain dan pamit, lalu gua paksa ia untuk menulis di hari-hari
sebelum perpisahan itu. Entah, spontan aja.
Gua tau, dari
kami berlima, satu-satunya, ia si ahli
foto dan vidiografis. Belum lagi soal coding dalam programmer yang entah ia
belajar dari mana. Satu hal yang harus diambil garis merah: tentu ia sangat
nggak familiar dengan tulis menulis yang memang bukan habitatnya. Itu kenapa,
ia selalu absen tulisan wajib di setiap minggu. Lebih memilih bayar 25 ribu
dari pada sudi dan memaksa niat untuk sekedar bikin esai 300 words.
Tapi, hari itu,
ia gua paksa nulis dan mau.
Jujur, gua
pribadi, ada sisi yang terwakili dari setiap baris tulisannya. Semua
bayang-bayang itu seolah berslide dalam frame-frame berdebu, untuk foto-foto
penuh gebu.
Selain ada kekhawatiran
akan nasib tulisan di binder itu, gua menghargainya dengan hal yang berharga
pula: tulisan memang seharusnya dibalas tulisan!
Di sisi lain,
agar gua, ia, kami berlima, atau siapapun bisa membacanya lewat sini diberi
celah bernostalgia dan mengambil pelajaran darinya.
Dengan tetap
menjunjung literasi dan kekeluargaan, tulisan ini gua tulis dengan sedikit
ubah, meski tetap untuk makna yang sama. Benar-benar murni, hanya sedikit
meluruskan kekeliruan penulisan. Selebihnya, ia menulis dengan hati:
To: Ahbat.
From: Abiel
FDA.
Jujur aja, gua
bingung mau nulis apa di sini. Apapun isinya nanti, ambil aja hikmahnya, nilai
positifnya. Jangan ambil sisi negatifnya.
Ya, syukurin
aja apa yang ada. Karena di luar sana banyak yang menginginkan buat berada di posisi
lu saat ini. Tanpa lu sadari. Mulai dari hal sekecil apapun, karena sebesar
apapun nikmat yang lu punya, tapi nggak lu syukurin pasti bakal ngerasa kurang
terus. Karena di atas langit masih ada langit. Mau lu tinggiin ego lu buat
ngejar semua itu pasti nggak ada habisnya.
“Dan teruslah
berbuat baik, meskipun banyak yang mengkritik. Tapi akan ada waktunya semua diam tak berkutik.”
Gua nggak bisa
berkata-kata di sini. Karena perasaan yang sebenarnya nggak mudah diungkapkan
dengan kata-kata. Intinya gua cuma bisa kasih sedikit motivasi. Walaupun
mungkin itu hanya omong kosong. Karena gua juga sebenarnya nggak pantas buat
ngomong itu ke lu.
Gua juga minta
maaf sama lu, buat kita berlima. Mungkin selama di sini, atau bahkan selama kita kenal, gua sering berbuat sesuatu yang kurang enak di hati lu
semua. Suka nyinggung, suka nyakitin perasaan lu semua, gua minta maaf banget.
Tenang aja, habis ini udah nggak ada yang ngerusuhin lu semua lagi kok. Jadi
ada sedikit tenang hidup kalian. Walalupun tetap aja masih banyak tekanan, tapi
minimal dengan perginya gua jadi sedikit lebih tenang hidup kalian, juga
sedikit mengurangi beban hidup lu-lu pada. Tolong sampaiin juga sama semuanya,
maaf juga kalau terkesan alay. Tapi, emang itu benar dari hati gua yang paling
dalam.
Semoga aja
setelah perpisahan ini, kita berlima masih bisa ketemu lagi. Meskipun sekedar
ngopi, nana nini, tapi itu semua pasti akan sangat berarti. Gua juga mohon sama
kalian, jangan lupain gua. Ya, walaupun gua begini. Kalau ada apa-apa bisalah
lu chat gua atau mau curhat
apa gitu, nggak apa-apa. Bakal gua respon kok. Dan pastinya, gua akan selalu
ingat kalian. Karena sesukses apapun gua nanti, itu semua ada campur tangan lu semua.
Do’ain aja gua
sukses dan gua juga bakal do’ain kalian semua biar jadi orang yang sukses dunia
akhirat, juga bisa jadi orang yang bermanfaat buat orang lain. Ingat kita
pernah berjuang bersama demi sebuah nama yang akan mengudara pada masanya.
Walalupun perjuangan harus berhenti di sini, tapi gua pesan, tetap jaga
baik-baik marwah dan nama ini.
“Esok kita
bercerita tentang ini.”
Cukup sekian
dari gua yang mungkin nggak ada artinya, tapi itu semua nyata adanya.
Gua pamit.
Lirboyo, 26 Mei
2023 M.
TTD
Abiel FDA
*Tulisan ini
ditulis sehabis Azka pulang dari rumah sakit dan dilanjut bantu Alimun bungkus
stiker baru, gua tulis ini paksaan dari lu dan berakhir tidur di samping Darul.
Gua nggak mau
berpanjang kata.
Apapun itu,
hal-hal baik untuk lu, Bil!
Hal-hal baik
untuk kita.
Semoga.
Komentar
Posting Komentar