Pecah

            “Kamu suka malam, begitu gelap. Kamu berbeda.”

            “Sejak kapan kamu mengenalku berbeda? Yang kamu sebut itu juga merupakan bagian dariku.”

            “Kenapa?”

            “Tak selamanya mutiara selalu pada kemilaunya tanpa sekalipun untuk retak atau goresnya.”

            “Aku hanya tak ingin kamu kaget untuk cicip cinta yang panjang, kemudian.” Masih lanjutnya, tak lama.

            “Atau kamu memilih menyerah mencintaiku?” Hingga, di kalimat terakhir pun, tetap menjadi milik Si Lelaki.

            Bagi mereka yang dangkal, hanya memandang dan menuntut: cinta itu indah. Meski juga tetap ada yang menjunjung sebagai perjuangan, saling mengisi dan memahami, hingga percaya. Nyatanya ego diri masih menjadi pencuci mulut termanis. Ternyata selama ini mereka saling asing. Masih asing. Begitu asing.

            “Kamu menyakitiku!” Perempuan itu, lagi-lagi, memenangkan perasaannya.

            “Aku sudah lama menyakiti diriku sendiri.”

            Naas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Klausa

Mekar