Kelopak
Terbayang indahnya memiliki kekasih seorang penyair. Kata-kata yang mengalun, melandai, menyapa hangat gelora jiwa. Membuat bunga-bunga hati bermekaran dengan cantik, berseri. Penuh rela.
Tapi, adakah
yang lebih mencekam dan mencengkram dari luka hati? Berdarah-darah, berair-air
mata, juga keringat itu nyatanya tak ada daya siram bunga yang melayu. Lebah hinggap,
mengharap dan menggarap kelopak pada tangkai. Detak detik tak butuh ngemis
tangis, secukupnya histeris.
Kamu, Layla.
Dan aku berusaha untuk
tidak majnun karenamu!
Entah, bisanya
ia memperebutkan pengakuan kekasih dari sederet kata nama Layla. Meski bernama
sama, pesonanya tetap beda. Dan ia berani taruh, bahwa cintanya lebih besar
dari pada seorang Qais, lelaki lampau yang dielu-elukan percintaannya itu.
Apa hebatnya
cinta dari seorang yang gila? Begitu tersinggung, cinta harus ternodai atas
nama kegilaan! Protesnya pada para pecinta.
Mengingat.
Ingatan mencumbu sebaris harum Sang Kekasih. Dalam sekejap, butir-butir benci
panas itu mengkristal membeku.
Bernama Layla
dengan wajah
secerah mentari?
Haha
Kamu rembulan
hatiku!
Ia terbahak, bersajak, lalu menulis.
Ia terbahak, bersajak, lalu menulis.
Ia terbahak, bersajak, dan tetap
menulis.
Tak ada beda untuk, antara mengikat
dan melepas, bersama atau berpisah, terus atau putus.
Aku tidak gila… aku tidak gila…
Aku hanya mabuk!
Cintamu.
Komentar
Posting Komentar