Ikan

Di suatu perairan, bebas.

Makhluk-makhluk lincah berenang itu menyatu padu dengan ekosistem bawah laut: anemon, karang, dan batu-batu. Sedari yang besar hingga yang kecil, tidak ada pikiran aneh-aneh selain untuk tetap hidup dan damai. Untuk mangsa memangsa dalam rantai makanan, hanya tentang penerapan pengetahuan: menyerang atau bertahan?!

Mamalia yang termasuk koloni spesies Delphinidae yang bergerombol itu. Betapa damainya ia hidup di sana. Nyaman, rukun, bersahaja. Hingga terlintas, ia lebih memilih terpenjara lalu mati di tanah sendiri dari pada harus bebas dan hidup di negeri lain, di luar tanah surganya.

Bagaimana tidak? Makhluk berparas indah dan perenang lincah ini juga termasuk makhluk paling cerdas seperairan. Bahkan IQ-nya 1,67 lebih tinggi dari anjing, Si Makhluk daratan yang katanya cerdas itu. Hingga tidak ada yang dirisaukan untuk ekolokasi, berkomunikasi dan bernavigasinya. Jangan lupakan kekeluargaannya yang hangat di perairan yang dingin.

Tapi, makhluk yang seharusnya sudah cukup untuk acap segala pujian atas kelebihan-kelebihan dan kagum, anehnya, ia masih sempatnya bisa jatuh kagum. Pada sesuatu makhluk di luar koloninya: koloni penuh kagum.

Bukan apa, meski sekilas masih satu spesies karena memang mirip, bukan berarti tanpa ada perbedaan sama sekali. Dari sifat dan sikap, pada gerak-gerik hidup di air yang sama, makhluk itu begitu indah dan lebih lincah, juga teramat-amat cerdas. Kebaikannya diakui koloni, pemangsa, serangga, anemon-anemon, atau malah juga kail-kail tajam itu.

Hal itu pun diakui oleh seekor makhluk yang beranjak dewasa itu. Awalnya bingung, lalu penasaran, hingga akhirnya benar-benar kagum.

”Hmm, aku lumba-lumba. Maaf, kalau boleh tau, nama kamu siapa?” Ucapnya memberanikan.

Makhluk itu terdiam. Cukup memperhatikan, lalu tersenyum.

”Aku lomba-lomba!”

Deg!

”Nggak hanya soal bingung, penjelasan, atau kagum. Harus kuakui, aku mulai menyukaimu.”

Namun sayang, kalimat itu tidak pernah terucap. Hanya sekelumit, “maaf, aku harus pergi dulu. Permisi,” saat itu.

Sampai ombak semakin bergemuruh.

Sampai lama.

Sampai putus asa.

Putus asa.

”Semoga kamu bahagia. Aku pun bahagia, meski kamu dengannya. Semoga.”

Waktu yang merangkak.

Mata yang membengkak.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dosa

Dompet