Angin
Tatapan mereka ke depan melandai, masih pada jalan lalu lalang kendaraan.
Pikiran mereka
berpendar, berputar, untuk tenang yang berhasil ciptakan senyum dan hangat.
Senyum itu merekah. Hangat itu menetap.
Di atas
ketinggian, tak banyak yang dibicarakan. Jangankan untuk sekedar kata, mata
mereka pun tak sanggup berlama. Hanya sesekali hembus nafas halus.
Entah, nggak
seperti biasanya. Seperti mereka yang lain. Bercanda pun menganggapnya asing.
Lelaki itu
mengangkat suara. Mencegah lamunan perempuannya. Menyergah kebisuan mereka.
“Terima kasih,
karenamu, hidupku berwarna. Menyadar dan merubah, bahwa tak hanya tentang warna
hitam yang indah.” Ucapnya tetap dalam tunduk.
Perempuannya
mengerjap.
Kesadaran
hilang sekejap.
Komentar
Posting Komentar