Obeng

Dalam hidup dan banyaknya beban pikir yang berlebih, kadang menimbulkan ngeluh-ngeluh. Meski kita tau, bahwa Allah tidak akan menimpakan hambanya suatu beban di luar batas kemampuannya, tapi bagaimana lagi? Kita punya capek. Kita punya ego. Iman kadang naik turun.

Meski tujuan kita semata-mata untuk beribadah dan hal luas yang menopang keterikatan akannya, sebenarnya mudah: Kita hanya kurang syukur!

Percuma sehat, kuat, sukses, dan kaya, jika tanpa syukur. Pasti akan selalu merasa kurang. Kata cukup itu tak mencakup besar kecil, banyak sedikit.

Bukankah, la in syakartum laadzidannakum? Sesimpel itu. Mudah, kita hanya butuh syukur di setiap hal. Hari ini makan tempe dan bersyukur. Pasti ke depannya bisa makan telur, ayam, daging. Seterusnya. Masa kita ragu?

Betapa ruginya jika nggak ngikutin alur. Karena memang lanjutannya adalah wa la in kafartum inna adzabi lasyadid. Adzab pedih bagi yang kufur nikmat. Syukur ditambah, kufur diadzab. Tinggal pilih.

Intinya gitu. Kalau mau ada progres naik, ya tinggal syukur aja. Disyukuri. Dan syukur nggak hanya di lisan. Di hati, juga perbuatan.

Punya rezeki satu, syukur. Ditambah-tambah jadi dua, tiga, atau empat.

Punya ilmu satu, syukur. Ditambah-tambah jadi dua, tiga, atau empat.

Punya istri satu, syukur. Ditambah-tambah jadi dua, tiga, atau empat.

Masa gitu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dompet

Dosa