Metropolitan
Suatu malam di Kota Metropolitan.
Roda motor
itu tetap berputar, menghadang, memeluk debu dan dingin-dingin udara. Nggak ada
gelap di sana; begitu terang benderang gedung-gedung pencakar langit,
lampu-lampu jalan, juga warung-warung kopi trotoar.
Sampai pada
suatu waktu roda motor itu harus berhenti di sebuah lampu merah perempatan
jalan, di bawah kokoh beton jalur tol melingkar di atas. Menyalami langit
malam.
Dengan
energi yang mulai terkuras dan mata yang menyayup diterpa dingin, di zebra
cross, sepasang insan berhamburan di antara kendaraan yang berhenti. Mereka
menyanyi, mereka mengamen. Sang Lelaki memetik gitar, Sang Wanita bermain
kecrek. Lantun melodi lagu ala kadar bersamaan mereka nyanyikan.
Dalam
kondisi badan yang kurang fit, pikiran gua malah melambung, berhamburan bebas
tak terkendali. Melihat itu, gua jadi jatuh iba. Apalagi dengan melihat seorang
bayi yang terbelit kain batik tipis yang melingkari pundak kiri hingga pinggang
Sang Wanita. Di tengah malam, mereka harus berdingin-dingin berngantuk-ngantuk
mengais rezeki dengan tetap mengajak anaknya yang masih bayi yang mungkin nggak
bisa ditinggal. Masih harus ada manusia sepertinya; tertatih untuk menyambung
hidup, terlihat ringkih di tengah kota yang semakin gagah.
Gua malah
jadi bertanya-tanya, kenapa Tuhan tega menciptakan dan memberikan takdir
seperti itu pada makhluknya? Melihat mereka, tentu sangat mengetuk pintu
manusiawi. Padahal untuk membuat sejahtera, nggak ada yang mustahil bagi-Nya?
Mudah-mudah saja. Kenapa harus menekan begitu susahnya mendapatkan selembar 2
ribu dengan harus berdingin-dingin, berngantuk-ngantuk, bercapek-capek menyanyi
mengamen di larut malam. Ya, larut. Waktu sudah hampir setengah 2 dini hari. Ah,
gua nggak bisa lebih jauh ngebayangin!
Akhirnya,
untuk menumbuhkan rasa husnudzon pada Tuhan; gua mikirnya, mungkin karena
setiap sebab pasti ada akibat. Dengan mereka yang seperti ini sekarang, mungkin
menjadi jawaban atas diri mereka yang dahulu. Bagaimana belajar, ibadah, niat
dan tekadnya. Takdir juga tetap ikut peran.
Yang kedua,
mungkin dengan adanya mereka itu sebagai cara Tuhan menegur kita agar tetap
peduli dengan sesama. Mengamalkan hablu minannas. Bagaimana kita yang
diberi kesempatan waktu, tenaga, dan keluangan rezeki untuk menyisihkan pada
orang lain. Bukankah memang di setiap rezeki kita ada juga rezeki orang lain di
sana?
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ
وَالْمَحْرُوْمِ
Ya Tuhan, bersihkan
hati dan pikiran kami dari hal-hal yang kotor!
Terangkan
hati dan pikiran kami dari hal-hal yang gelap!
Komentar
Posting Komentar