Knalpot
Nggak banyak yang bisa dijelaskan untuk sungkan. Entah tentang batas umur atau status, gua nggak mau ngebahas sekelumit dan serumit itu.
Gimana sih
rasanya siang-siang pulang kampus jalan kaki sendirian terus di pertengahan
tapak langkah ketemu abang kelas sepondok dan bawa motor. Tentu dalam telisik
gua, saat dia ngelihat orang yang ia kenal dan sepondok lagi jalan kaki, pasti kan
nggak enak. Mau nggak mau dia harus ngajak. Minimal nawarin bareng, kan?
Selain emang
panas plus capek, gua juga kena nggak enaknya juga kan. Mau nolak, dikira nggak
ngehargain. Mau nggak nolak, tapi ketauan banget bohongnya bahwa gua
benar-benar capek dan butuh tumpangan. Tapi, kalau ikut, ya kesannya gimana
gitu.
Masalahnya,
kenal sih kenal. Cuma sekedar kenal muka bahwa kita sepondok. Nggak sampai
akrab. Karena emang dia tuh abang kelas rada jauh, dikit.
Dan
sebenarnya, inti dari keresahan ini adalah basa-basi di atas motornya itu loh,
men!
Akhirnya gua
naik.
Basa-basi
itu terjadi.
Ngomong
ngalor-ngidul, berusaha menghilangkan kekakuan yang ada. Juga setelah ngeng,
ngeng, ngeng. Sungkan itu benar-benar nyiksa. Gua jadi nggak enak. Gua jadi
keliatan oon.
Gini.
Secara, lu kan tau sendiri motor vespa kan berisiknya nggak karuan, ditambah
dia pakai helm, terus ngebut. Kan selama perbasa-basian duniawi, nggak cuma gua
sebagai orang yang dibebani budi baik orang, dia kan juga pasti ikut-ikut
interaktif dengan cara nanya balik.
Bising motor
dan benteng helm, seolah menjadi sekat. Saat ia membuka mulut untuk
mengeluarkan gelombang suara audiosonik sepersekian 20-20.000 Hz itu ternyata
mudah saja diacak-acak angin. Suaranya jadi gremeng. Kuping gua kemeng.
Tentu kan
gua, hah-hah-an berusaha meminta kesempatan secara tersirat untuk pertanyaan
yang jelas dan jernih. Tapi, tetap aja tuh suara nggak jelas. Mau banyak
hah-hah-an, nggak enak. Tapi kalau nggak dihah-hah-in, nggak kedengeran. Masa
gua harus rada deket, rada maju duduknya? Ntar dikira apa. Dia juga pasti risih.
Ntar kalau ada yang mentok? Yah.
Jadi lu tau?
Setiap dia nanya, gua udah ketar-ketir aja buat siap-siap nebak jawabannya.
Apalagi kalau pertanyaannya pakai pernyataan. Jelas sudah; the real of kuis
dadakan.
“Awakmu wong
Jakarta, toh?”
“Iya, Kang.
Hari ini baru mulai UAS. Bahasa inggris!”
Lah?
Komentar
Posting Komentar