Dirham

Di bumi hidup bersama, seharusnya hidup nggak hanya untuk kita doang tanpa mikirin orang lain. Egois sekali. Mana yang katanya makhluk sosial?

Kita tentu ingin menjadi sebaik-baiknya manusia dan bermanfaat bagi sesama adalah jawabannya. Khoirunnas anfauhum linnas. Setiap orang pasti ada kekurangan dan kelebihan. Nah, di situlah celahnya. Kita bisa jadi sebaik-baiknya manusia dengan bermanfaat lewat lebih kita untuk kurang orang lain. Begitu sebaliknya. Dan perjuangan tentu tak ada yang mudah, tak ada yang tak lelah. Kita saling mengisi. Maka akan tercipta kesempurnaan sosial. Indah.

Tapi rasanya, ada yang cukup mengganggu akan kata manfaat, bermanfaat, dan dimanfaatkaan. Sebagaimana tiang yang ingin berdiri dengan diberdirikan. Maka, jika ingin bermanfaat, ya dengan cara dimanfaatkan. Sekilas memang benar. Tapi, kata ”dimanfaatkan” kadang menyimpan makna lain di kepala yang lain. Dan itu juga bisa dibenarkan.

Nyatanya yang terjadi, saat kita udah berlaku baik karena ingin menjadi sebaik-baiknya manusia, eh si maf’ul, si penerima perilaku baik malah nggak ngotak. Malah mengambil makna kiri dari kata ”dimanfaatkan”. Lalu, terbitlah peribahasa, ”air susu dibalas air tuba”.

Setia kawan, harta, tenaga, waktu, pengorbanan udah diberi. Pacar teman masih sempat diembat juga.

Benar-benar bermanfaat kau, Nak!   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Aneh

Dosa