Blitar

Nggak tau kenapa, pondok pesantren selalu menyimpan hal-hal yang nggak terduga. Yang nggak pernah ditemui atau dibayangkan. Yang berhasil membuka hati dan pikiran dari setiap sudut klandestin.

Nggak mau membahas banyak-banyak tentangnya yang mungkin juga nggak akan pernah cukup, nggak akan pernah puas; nggak akan pernah mampu.

Gua mau bahas tentang subjek dalam pesantren aja. Bukan bahas kiai, mustahiq, asatidz, pengurus, ataupun kesiswaan yang tengil itu. Gua cuma mau bahas santri secara umum, ngomongin kita-kita aja.

Dalam perputaran aturan masanya, tentu ada istilah regenerasi. Itulah mengapa kamar ini penuh akan sedu sedan harum semerbak; yang lama pulang, yang baru datang.

Gua sedikit tertarik dengan seorang penghuni baru kamar gua. Bukan maksud apa-apa, ada dorongan aja saat lihat gaya sikap gerak hidupnya, juga cara berbicaranya. Gua nggak bisa jelasin secara detail. Karena emang susah. Tapi, yang perlu lu tau, gampangnya, gua kagum. Ia adek kelas gua.

Untuk kagum yang bertambah-tambah jika gua kenal pemikirannya. Ya, pemikirannya lebih-lebih untuk kata kagum. Ia cerdas, dengan tanpa melibatkan kekakuan sebagai mana orang serius; bahasanya kedaerahan, merakyat, mempribumi-mudah dipaham. Makanya beberapa kali, -terlalu berlebihan untuk kata diskusi, gua sering ngobrol-ngobrol aja sama dia.

Dan, pada suatu malam, dari sekian banyak obrolan, ini cukup berkesan.

“Aslinya Bang, banyak faktor yang bisa dijadiin santri untuk semangat dalam mondoknya ini.” Jawabnya setelah pengaduan gua yang akhir-akhir ini kurang semangat hidup. Tanya tentang cara semangat.

“Tentunya yang awal adalah dari diri sendiri. Bagaimana kita mengolah perasaan dan pikiran, juga menata niat untuk kita ekspresikan dalam menjalani hidup. Bersih tidaknya perasaan dan pikiran yang kita jadikan kaca mata untuk memandang sesuatu juga sangat berpengaruh. Sosial dan psikis kita dipertaruhkan. Harus cerdas-cerdas menyikapi sesuatu, bijak dalam menjadikan segala sesuatu untuk pelecut semangat hidup! Kegiatan dan schedule cukup perlahan dan kontinius.”

“Yang kedua, dari faktor orang tua. Bagaimana kita sebagai anak sadar akan perjuangan orang tua; tenaga, pikiran, waktu, harta, juga do’a-do’a yang nggak pernah putus siang malam. Belum lagi tentang harapan mereka. Mungkin sampean Bang, anak pertama atau yang pasti anak lelaki yang tentunya diberikan beban harap lebih dibanding anak perempuan. Karena memang jejak langkah lelaki itu jauh lebih lebar dibanding perempuan.  Harusnya dengan mengingat itu, kita jadi sadar diri untuk malas kita. Harus semangat. Jangan sampai ada kata mengecewakan.”

Gua masih menyimak dengan mata yang nggak luput untuk kertas yang ia coret-coret, lalu kembali terjatuh dalam tatapan matanya.

“Untuk yang ketiga, dari faktor guru. Sampean percaya barokah kan, Bang? Harusnya dengan memandang perjuangan Mbah Yai ketika belajar, mendirikan pondok, mengajar melayani santri yang nggak kenal kata capek, bisa kita jadikan untuk mendongkrak rasa ghirah kita dalam belajar. Dan seharusnya, kita fastabiqul khoirot dalam meraih ilmu dan barokah beliau.”

“Mungkin yang keempat ini bisa dijadikan alternatif. Bisa aja perempuan, orang yang kita suka untuk semangat itu. Dengan segala komitmen yang dibangun bersama, motivasi yang diberikan, kita bisa tuai semangat itu. Karena memang pada dasarnya, jika kita melakukan sesuatu dengan dibarengi rasa suka yang entah karena alasan apapun, akan lebih mudah dan nyaman aja dalam menjalaninya. Apalagi ada hal yang dituju pada orang yang kita suka. Selain perihal perasaan, bisa aja dengan melihat segala kelebihannya, kita menjadi tertantang agar bisa menyainginya. Ia pintar, maka kita tertantang agar bisa pintar. Ia rajin, maka kita juga terpacu agar bisa rajin. Sikap dan sifat kita kadang juga bisa dipengaruhi cinta, Bang.”

Gua sesekali mengerjap. Melihat wajah polosnya dengan tempo suara yang melandai berbobot, dengan tetap pada seriusnya. Meski dari mulut seorang santri baru yang baru gua kenal beberapa bulan sekamar ini, kata-katanya bisa begitu menancap. Langsung nyetrum.

Beruntung aja gua hidup dikelilingi orang-orang keren.

Semoga bisa ketularan keren!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dompet

Dosa