Bingkis

Nggak ada yang ingin untuk pisah, jauh dari orang tersayang. Bagaimana bisa rela tanpa bagian kuat arti diri? Karena banyak hal, banyak tuntut-tuntut yang memaksa kita untuk jauh. Jauh meski tetap untuk kembali pulang.

Jangan tanya santri akan jarak dan waktu, betapa muaknya ia mengadu dan rindu-rindu. Meski begitu, saat disambang, nggak bisa bohong untuk rasa senang.

Sesenang-senangnya anak, bagaimanapun senangnya orang tua nggak akan sebanding untuk hal ini. Bagaimana sebagai seorang yang mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik, mendo’akan, mengorbankan apapun untuk senang Sang Anak. Demi kebaikan Sang Anak.

Tapi, dari sekian cerita yang penuh akan senang ini, ada sedikit dorong untuk gua merasa nggak senang. Mungkin jengkel, juga nggak habis pikir.

Selain cerita alur orang tua untuk anaknya, to the point subtansi pengkerucutan cerita ini, tetap, adalah sambangan itu sendiri. Bagaimana Sang Orang Tua berulang kali menanggapi cerca telpon, menyiapkan tuntut apa yang diingin Sang Anak, bersiap mencari sempat waktu, lelah di perjalanan, sabar menunggu, hingga akhirnya bisa benar-benar bertemu. Salaman, duduk, bercengkrama, dan hangat lainnya. Lalu, ini nih.

“Hp aku dibawa? Mana?” Tanya Sang Anak memotong bicara, juga hangat.

Mata sayup lelah Sang Ibu nggak bisa dibohongi, hanya gurat berusaha tegar dan dorong bahagia dengan bertemu Sang Anak lah yang menguatkan. Sang Ayah hanya menyalakan rokoknya.

Dan ketika hp diambil, dikeluarkan dari tas Sang Ibu, udah. Sang Anak fokus hpnya. Meski tetap ada respons atas interaksi verbal. Tapi bagaimanapun, anak lelaki ya tetap anak lelaki yang memiliki corpus callosum yang 30% lebih tipis dari perempuan. Anatomi otaknya berbeda. Nggak bisa membagi fokus dengan sempurna.

Seolah dengan sikap seorang anak yang seperti itu, sebagai upaya pembodohan dengan menjadikan orang tua sebagai akses pelegalan penggunaan hp. Tanpa memikirkan alur panjang di atas. Lalu, orang tua yang diselimuti cinta itu, nggak akan mempan terhadap skeptis buruk ini. Lihat aja banyak durasi hadap muka pada orang tua dibanding dengan layar hp. Harga orang tua yang nggak terhingga itu kalah dihargai dari harga hp yang nggak sampai 2 juta itu. Hp-hp member tetap warkop free wifi.

Gua yang baru beberapa menit merhatiin aja udah terlanjur muak.

Nggak gitu harusnya, tau tempat, tau batas, tau momenlah.

Masa harus ditutor akhlakul banin-nya kelas 5 ibtida’?

Santri mana sih, itu?

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dompet

Dosa