Sayembara

Suatu hari di Hari Raya Kemerdekaan.

Di hari itu, di suatu tempat, terlihat lautan manusia yang memenuhinya. Mereka berduyun-duyun sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mereka beramai-ramai mengikuti berbagai lomba, sebagai bentuk salah satu penghormatan anak bangsa pada pahlawannya.

Tempat itu benar-benar semarak. Aku ini benar-benar tergugah tergerak.

Kali ini mencoba terus menapaki tempat yang penuh cerah itu dengan pandangan yang berpendar.

Salah satu golongan terlihat begitu ramai oleh teriakan dan sorak sorai. Lomba makan kerupuk, kelereng sendok, goyang jeruk, balap bakiak, atau tarik tambang sekalipun yang digemari dari anak-anak hingga dewasa.

Kali ini terus berjalan dan melihat suatu tiang tinggi berlumur hitam kotor oli. Orang-orang itu bertumpuk mencoba memanjat untuk hadiah-hadiah yang menggantung pada pucuk tiang. Lagi-lagi terjatuh, lagi-lagi bertumpuk. Serunya lomba panjat pinang.

Semakin berjalan ke dalam, semakin jauh penasaran menelisik tempat itu, semakin banyak pengetahuan yang aku ketahui. Membuka wawasan, cakrawala keilmuan.

Seperti lomba-lomba yang baru kulihat itu. Iya, aku baru melihatnya. Sedikit aneh. Asing. Itu lomba, apa?

Terlihat pada ramai orang itu, mereka yang tidak henti-hentinya membaca huruf pada tumpuk buku-buku. Sebagian yang lain, mereka memegang kuat berkutat pena pada tumpuk lembar-lembar. Menumpahkan tinta pada goresan. Tidak hanya itu, mereka juga bersuara membahas apa yang mereka ketahui; dari apa yang mereka baca, dari apa yang mereka tulis. Memperdebatkan, mencari kesepakatan. Apakah itu lomba mencari ilmu?

Lain tempat itu, lain pula tempat lainnya. Terlihat beberapa orang yang begitu bersemangat dengan karungnya yang begitu besar. Pada tanah, puing rumah, gerobak, meja kantor, internet, trotoar, juga pada energi alam. Mereka menggali dengan otot atau otaknya. Sekiranya ditemukan barang yang berharga, langsung mereka masukan ke dalam karung raksasa itu. Ada yang karungnya menggembung hampir penuh, ada juga yang masih kempes-kempes saja karungnya. Tidak mengecualikan jika mereka menemukan barang yang sama, rasa ingin, butuh atau apapun yang berujung sengketa percik permusuhan. Apa itu? Lomba mencari kekayaan?

Tidak jauh dari sana, terlihat juga ramai kumpul orang yang membuatku mengerutkan dahi, garuk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Lomba satu ini sepertinya berkelompok. Nyatanya perempuan hanya ramai pada perempuan, laki-laki hanya ramai pada laki-laki. Tapi, yang tambah membuatku bingung adalah di tengah ramai perempuan itu ada satu orang laki-laki, begitu juga ada satu perempuan di tengah ramai laki-laki. Mereka sungguh menawan. Mereka wangi. Kata-katanya begitu manis. Setiap kelebihan yang dimiliki dihidangkan bergantian. Mereka, orang-orang dengan mata berbinar, juga nanar dalam. Wah, apa yang bisa kutebak? Ini lomba mencari perhatian? Lomba memperebutkan seseorang?

Aku yang tidak ingin menerka-nerka, berlari berusaha menjauh pada ramai kumpul orang dengan sibuknya masing-masing. Sibuk melombakan masing-masing. Sibuk lomba untuk mengisi hari raya kemerdekaan.

Di ujung tempat itu, aku terengah dengan es krim di tangan kananku. Mengahadap sebuah papan yang menginformasikan jenis-jenis lomba dengan cantum nama-nama orang yang berpartisipasi di dalamnya. Jenis lomba itu banyak. Pesertanya lebih banyak.

“Sraaak!”

Es krimku terjatuh.

Aku benar-benar kaget saat itu.

Bukan karena banyaknya lomba dan pesertanya.

Hanya saja,

Kenapa bisa ada namaku di setiap lomba?

Siapa yang mencantumkannya?

Ah, apa-apaan sih ini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dompet

Dosa