Nafas

Apa sih yang lu kejar dari dunia? Apa yang lu cari?

Apa yang harus mati-matian, ngos-ngosan buat nyari harta dunia? Sampai harus sikut kanan, sikut kiri. Tarik atas, injak bawah. Licik. Pelik. Sholat ditinggal, Al-Qur’an hanya hiasan. Tuhan setara tiup dongeng-dongeng bualan. Emang siapa yang mengatur dan memberi rezeki?

Apa sih yang lu kejar dari dunia? Apa yang lu cari?

Apa karena pakaian modis itu? Berusaha secara maksimal menjadi orang terbaik dengan pakaian, penampilan yang terbaik. Pakaian hanya selembar kain. Hanya susunan dari benang-benang tipis yang tentu nggak berdaya jika berhadapan dengan air ataupun api. Sekiranya rapih, pantas, dan cukup untuk menutup segala fitnah, ya sudah. Bukan malah menimbulkan fitnah. Emang ada selain taqwa, penampilan itu jadi penilaian?

Apa sih yang lu kejar dari dunia? Apa yang lu cari?

Apa dengan kendaraan yang mewah, menjamin perjalanan hidup yang mudah? Bisa memiliki motor, mobil, atau helikopter pribadi untuk kesenangan dan ego-ego berkepanjangan dirasa nikmat. Semakin mahal, semakin tinggi value diri. Ada yang bisa dibanggakan. Iya? Dengan subtansi semua transportasi yang sama-sama butuh daya tenaga, merasa hebat? Motor mobil dibeli dengan hamburan uang, belum lagi biaya bengkel dan pajak, lepas ringan saja uang itu dikeluarkan. Ada kepuasan? Tapi harus diingat, semua pengendara dan kendaraan tetap harus berhenti saat lampu merah. Aslinya hanya hobi nggak begitu butuh, tapi banyak uang dirasa sulit berpikir jernih; mana yang lebih maslahat, lemah skala prioritas diri dan orang lain. Emang untuk selamat siratal mustaqim dilihat dari mewah tidaknya kendaraan?

Apa sih yang lu kejar dari dunia? Apa yang lu cari?

Apa hanya sekedar dilihat dari sempit makanan? Bisa memuaskan lidah dengan berbagai macam makanan, kuliner yang sekiranya perlu dibeli. Nggak sepenuhnya ingin dimakan. Nggak perlu malu dan menutupi tentang kebiasaan makan di tempat mewah dengan harganya nggak kalah mewah pula, lu senang-senang aja kan? Tawa-tawa dengan setiap dari sudut makanan itu nggak terlepas dari kamera handphone dan update model terbaru, lalu posting-posting pada dunia dengan narasi yang persuasive crash. Dinamakan makanan itu hanya sebatas tenggorokan! Semahal dan seenak apapun makanan, setelah lewat dari tenggorokan, ya semua hanya akan jadi kotoran. Makanan nggak ubahnya hanya untuk sekedar kita kuat untuk beribadah. Bukan malah menjauhkan dari ibadah. Makan hingga puas, nikmat, lupa dengan ibadah, lalu tertidur setelah kekenyangan. Ingat, suatu hari nanti, pada tempat yang dinamakan padang masyhar, adalah tempat lapar. Nggak ada makanan ataupun minuman. Sia-sia makanan atau minuman, apalagi untuk pamer makanan atau minuman. Emang kenyang dunia bisa menjamin kenyang akhirat?

Apa sih yang lu kejar dari dunia? Apa yang lu cari?

Apa hidup lu ini untuk hidup orang lain? Nggak bisa hidup tanpa pengakuan orang lain? Dengan semua harta yang dicari dan simpan; pakaian, kendaraan, makanan, untuk mencari perhatian orang? Bodoh sekali orang yang hidupnya capek-capek hanya untuk mencari ridho manusia. Padahal jelas-jelas, ridho manusia adalah puncak yang takan pernah berhasil lu capai. Mati-matian untuk ridho manusia, ridho tuhannya diangap omong kosong. Tanpa ada terbesit sama sekali untuk tergerak mencuri perhatian ridho-Nya, bercapek-capek, berlelah-lelah. Bukan tentang orang tua atau guru yang adalah manivestasi diri, nggak perlu untuk pasrah tenaga dan totalitas excited tadharru’ pada makhluk. Bukankah kita mati sendiri-sendiri dan akan mengurusnya sendiri? Nggak ada untungnya untuk menggapai ridho manusia dan nggak ada ruginya untuk nggak menggapai ridho manusia. Pertama, tentu akan membuat diri itu lelah untuk ekspetasi relatif orang lain. Dan yang namanya riya’ adalah kesia-siaan dan kerugian. Habis semua ganjaran. Emang jika makhluk ridho, Allah ridho?

Ad-Dunya mazra’atul akhirah.

Ad-Dunya sijnul mu’min.

Dunia ini hanya sementara. Kita hanya transit. Nggak ada yang perlu berlebihan, hanya seperlunya dari dunia untuk bekal hidup akhirat kita.

Jangan merasa tenang, kapan kita mati? Yakin untuk akhirat yang bahagia?

Robbanaa aatina fiddunya hasanah, wafil aakhirati hasanah waqinaa 'adzaa bannaar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baik

Dosa

Dompet