Mim

Dalam hidup, ada hal yang harus kita tuju. Ada goal yang harus kita capai. Biar hidup terus menerus meningkat dan berkembang pada arah kemajuan. Upgrade diri sendiri. Terus, kalau nggak ada yang ingin kita tuju, ngapain kita kita hidup? Makan, berka, tidur-makan, berak, tidur? Sebahagia itu? Penuh-penuh bumi aja!

Cita-cita menjadi hal yang tergenggam di telapak tangan. Dengan beban dan tuntut di pundak, otak harus memberi jalan keluar atas segala kerumit itu. Setiap orang; siapapun, kapanpun, di manapun, dan bagimanapun, harus memiliki cita-cita setinggi langit. Tinggi membumbung-bumbung. Menabrak atmosfer.

Sejak kecil kita telah ngecaprak tentang harap impian dan cita-cita ketika sudah besar nanti. Mau jadi dokter, jadi guru, jadi polisi, dan bla-bla-bla lainnya. Pikiran masa kecil itu lepas aja pada siapapun yang mendengar. Seakan begitu optimis. Mikirnya, keren aja waktu itu. Makin ke sini, makin gede, baru tau rasanya. Realitas hidup dan injak-menginjak satu sama lain, menyadarkan kita bahwa sebegitu ceplas-ceplos dan pendek pikirnya kita dulu.

Tapi, serius, mengesampingkan segala harap profesi dan bertahan hidup, gua pengen deh punya nama Muhammad. Ada Muhammadnya di baris nama gua. Tapi, kan lu tau sendiri, akta menjadi kenang-kenangan harap orang tua pada anaknya. Nama gua nggak ada Muhammadnya. Susah diubah. Udah dari sananya. Ya, gimana lagi?

Tapi, punya tanggungan nama Muhammad, rada ngeri. Gua pernah baca buku tentang 2 pandangan ulama mengenai hal ini; Pertama, bagi Ulama yang namanya ada Muhammadnya, ia bersyukur. Ia menganggap, ada barokah dari nama Muhammad. Ia bisa menjadikan nama Muhammad sebagai pembelaan di akhirat kelak. Kedua, bagi Ulama yang namanya nggak ada Muhammadnya, ia juga bersyukur. Ia menganggap, nggak ada tanggungan beban bagi dirinya. Ia khawatir, ia malah menjelakkan nama Muhammad dengan sifat dan sikap jelek yang ia lakukan.

Dua-duanya benar.

Dan untuk kelanjutan cita-cita gua, cuma ada satu jalan. Melampiaskannya pada anak kelak. Gua udah nyiapin beberapa;

            1. Muhammad Abdurrahman Al-Khatiri

            2. Muhammad Jabbar Al-Auf

3. Muhammad Hanan Ahsan Fayyaz

 

Gimana tanggapannya, Umi?

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Klausa

Mekar