Ban

Pada suatu saat, ada capeknya juga jadi manusia.

“Sosial!”

“Sosial!”

“Sosial!”

Kadang capek, kadang muak kita bersosial. Bukan maksud anti sosial, kita yang sudah, maksimal dan fokus untuk sosial yang seimbang, malah dijejali segala kepahitan. Jadi, nggak percaya pada manusia. Susah untuk kembali percaya pada manusia. Terlanjur kecewa.

Sekarang gua tanya, “Untuk sekarang atau nanti, manusia mana yang bisa lu percaya?”

Teman? Mereka semua bohong! Omong kosong! Mereka hanya mengambil manfaat dari lu doang. Persetan untuk teori teman dan susah senang bersama. Bullshit. Apakah pantas mempercayai, menyerahkan seluruh diri kita, sisi kita yang lain pada seseorang makhluk yang juga punya otak, punya nafsu? Sudah gua bilang, manusia nggak perlu diajari tentang drama dan bertopeng. Sudah biasa, di sini ngomong ini, di situ ngomong itu. Nggak habis pikir, diciptakannya mulut di depan, tapi senangnya ngomong di belakang.

Atau lu mau ngebantah dengan mengangkat argumen, orang tua atau guru yang dirasa manusia paling dijunjung, yang nggak terlepas dari salah. Haha. Manusia begitu malas, lemah, nggak mampu untuk mendahulukan akal dari pada hati. Hanya karena semesta mengatakan soal jasa, kita jadi terima-terima saja tanpa menjadikan mereka adalah pembahasan yang penting.

Sudah berapa banyak anak dibunuh ayah, ibu membuang anak, dan murid diperkosa gurunya sendiri? Meski Indonesia yang katanya negara hukum dan mayoritas Islam yang rahmatan lil alamin, nyatanya nggak bisa menutup mata dan teling tentang statistik yang sudah jelas.

“Halah, itu kan hanya ada sebagian kecil!”

Meski kecil, tapi ada kan? Kasus yang sudah pasti, dilakukan oleh orang yang sudah jelas, lalu masih lu bantah? Apa yang bisa menjamin bahwa nggak ada kemungkinan hal itu nggak akan terjadi sama lu? Selagi sudah nggak ada Nabi, salaku manusia yang dianugerahi sifat amanah, kita semua nggak bisa mempercayai sepenuhnya pada manusia.

Setebal apapun tebok, bisa hancur. Setinggi apapun tiang, bisa rubuh. Sekokoh apapun bangunan, bisa runtuh. Segagah dan sekuat apapun manusia, bisa mati. Pasti mati. Lalu, siapa lagi yang bisa dijadikan sandaran?

Wa kafaa billahi waliya wa kafaa billahi nashira!

Dan cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah Allah menadi penolong.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Klausa

Mekar