Kipas

Yah, kita harus bahas ini. Percintaan dengan segala tetek bengeknya kadang begitu uwuww bagi sebagian orang, juga uwekk bagi sebagian lainnya. Bukan maksud apa, ya kita memang terlahir dari cinta itu.


Di masa labil sekalipun, antara status santri dan mahasiswa, jangan anggap kami memfosil tanpa ada perasaan. Kami, kita juga berperasaan. Nggak perlu bahas orang lain, gua sendiri kadang perlu hati-hati, mikir-mikir, dan jadi kepikiran beneran. Jujur, kita yang minim pengalaman dan kurang materi mengenai hal ini memang perlu gerak. Kita yang butuh, kita yang gerak. Hingga, terlihatlah niat itu.

Tentu kita bercermin. Bercermin pada sesuatu yang lebih baik dan itu harus. Lu mau jadi pemain bola, tentu ada satu dua orang yang lu jadiin kaca untuk mimpi lu itu. Percintaan pun seperti itu. Berkaca adalah bentuk sadar untuk progres kurang kita.

Setelah tanya jawab, jawab tanya. Baca tulis, tulis baca. Lalu, scroll-scroll dunia luas. Gua nemu banyak kaca dan gua pd-pd aja ngaca di situ. 

Di kaca itu, ada yang memberi bayangan akan percintaan para pujangga; menyatu dengan semesta dan memiliki kekasihnya hanya dalam diam peluk kata-kata. Membiarkan kekasihnya abadi dalam selembar kertas.

Ada yang begitu masya allah. Bayang yang menunjukkan pada jalan yang lurus. Sebegitu taat dan shalih nya ia akan hal perasaan. Pacaran menjadi teman satu golongan babi dan anjing yang haram. Surat al-isra ayat 32 menjadi andalan. Dalil-dalil agama serta pelajaran akan nilai Islam dibeber penuh damai. Begitu kagum akan kuat imannya, akhi ukhti. Mengutuk sisi kesetanan. Mengetuk sisi kesantrian.

Ada juga yang lain. Lebih realistis di umur seperti ini. Mendapatkan pasangan yang sesuai passion, sefrekuensi dengan kita. Kita suka buku, menulis, bercanda, atau apapun yang sekiranya lu banget. Memang nggak aneh-aneh dalam hubungan ini. Tujuan dan keterbukaan begitu dijunjung. Tentu kita ingin untuk tuntut hak batin, psikologi mental kita. Tapi, ukhti akhi sudah melarangnya di atas.

Atau bahkan sampai kohabitasi sebagaimana trend anak kota, tempat yang menjadi darah daging dan habitat yang tentu akan nyaman saja dengan kita. Toh, menurut mereka itu adalah sebuah pembuktian keseriusan. Pernikahan begitu jelas bagi mereka yang bercermin seperti itu.

Lalu, kembali ke kita yang menimbulkan bayang sosok seseorang yang malah kita coba sesuaikan dalam harap cermin itu. Sadar diri, 'siapa aku?' mengancur leburkan. Luluh lantah.

"Pikir aja urusan lu sekarang!"

Nggak bisa egois juga. Kita semua juga punya masa depan. Emang sebegitu tabunya pernikahan untuk diperbincangkan? Pernikahan hal serius loh, masa kita mempersiapkannya main-main?

Segala kelabilan omong kosong dan perspektif lu akan tulisan ini, membuat gua sedikit tercerahkan oleh sebuah qoute. Habib Zaenal Abidin Al-Kaff mengatakan, "Jika kamu mencintai seseorang sebelum menikah, tidaklah ada yang halal untuknya kecuali dengan do'a. Cinta itu adalah do'a. Maka do'akanlah orang yang kamu cintai."

Do'ain aja ya, Bib? 

Do'ain, Bib!

Komentar

  1. Anonim7/07/2023

    Я люблю Тебя в молитвах, которые я возношу всем сердцем. 🕊️

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Klausa

Mekar