Matahari
Benar, lingkungan itu berpengaruh. Titik letak kita hidup itulah yang menentukan karakter hidup kita sendiri. Acap kali kita mendengar sampai bosen, ”berteman dengan tukang minyak wangi akan terbawa wangi dan sebaliknya, berteman dengan penjual ayam akan terbawa bau ayam.” Sosial tentu sangat menentukan.
”Berarti kita
harus pilih-pilih?”
Ya, terserah. Yang
tau lu, cuma lu. Kalau lu yakin nggak akan terpengaruh jika duduk bergaul
dengan orang yang nggak sesuai dengan prinsip lu, ya nggak apa-apa. Toh, bukan berarti orang buruk tanpa
hal baik. Tetap aja, kita tetap harus mengambil hal baik di manapun, kapanpun,
dan pada siapapun. Dengan begitu akan selaras dengan ungkapan, ”lihatlah apa
yang dikatakan, janganlah melihat siapa yang berkata.”
Kadang ada banyak hal baik yang
begitu kita impikan. Walau sesederhana untuk kata mengenal. Kita ingin menjadi baik dengan
mengenal orang baik. Namun, banyak hal yang membatasi ruang raih mimpi itu. Jadi,
penuh syukur, hanya bisa mengenal mereka lewat tulisan kata dalam buku.
Bagai sebuah
pisau. Jika itu dipegang oleh tukang masak tentu akan bermanfaat, berbeda
lagi jika dipegang oleh tukang begal.
Anehnya, segala apapun yang terukir oleh lisan, tulisan, hingga perilakunya,
indah aja untuk kita nikmati. Mereka, orang-orang yang kata nggak mampu untuk
berlebihan dan hanya sempit kata dari manusia penuh kebaikan. Penuh pengetahuan
dan ketaatan.
Segala sisi
kehidupannya, bagai air yang menenangkan. Dengan segala kondisi sekarang ini,
nggak menafikan untuk larut dalam pembahasan cinta sekalipun dari para manusia
positif itu.
Nggak panjang
kata, gua cuma bisa berbagi dari apa yang terbatas.
Seorang da’i
yang juga masih bagian dari keluarga nabi, anak dari seorang mantan wakil
presiden yaman selatan, murid kesayangan dari Al-Habib Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafidz, dikatakan, ’jika ingin melihat rupa tampan nabi, maka
lihatlah Al-Habib Ali Al-Jufri.’ Diceritakan mengenai Habib Ali,
”Tatkala
mengisi seminar di salah satu Universitas Mesir, seorang mahasiswa bertanya
kepada Habib Ali, ’bagaimana pandangan Habib Ali tentang cinta seorang gadis
kepada seorang pria? Dan bagaimana cara agar kita terhindar dari seseorang yang
suka mempermainkan perasaan orang lain?’
Habib Ali
menjawab, ’pernah ada seorang mahasiswa dari Universitas Kairo bertanya kepada
saya,
”Cinta itu halal atau haram?
”Saya menjawab,
”Cinta itu wajib. Cinta itu adalah
kewajiban hati. Mengapa? Karena orang yang tidak memiliki cinta maka dia
bukanlah manusia.”
Mendengar itu
moderator bertanya, ’yang anda maksud cinta kepada Allah?’
Saya menjawab,
‘justru yang saya maksud adalah cinta seorang pria kepada seorang gadis dan
sebaliknya.’
Nggak hanya itu, kalam pesan hikmah
pun beliau utarakan, ”Seorang pria yang mencintai seorang Wanita, maka ia akan
menjaga kehormatannya, ia akan mengagungkan perintah Allah dalam bersikap kepadanya.
Dia tidak akan pernah duduk berduaan dengannya, dia tidak akan tega
menyentuhnya sebelum ia halal baginya. Dan dia tidak akan memanfaatkan seorang
gadis ketika ia terbawa oleh perasaannya, untuk kemudian mengajaknya melakukan
apa saja yang ia kehendaki.”
Lain Habib Ali, lain pula apa yang
disampaikan oleh Syaikh Muhammad Ba’audhon, salah satu dari 3 Grand Mufti yang
dimiliki Tarim saat ini -selain Habib Ali Masyhur dan Syaikh Muhammad
Al-Khotib. Mengenai hal ini, beliau yang merupakan salah satu guru besar
Universitas Al-Ahgaff Tarim ini mengatakan, “Masa muda itu adalah masa yang
sulit. Karena setiap hal yang ada pada anak muda itu sedang aktif-aktifnya.
Akalnya, fikirannya, nafsunya, syahwatnya semuanya ‘bergerak’. Dan semua itu
harus ia gerakkan untuk ridho Allah dan rasul-Nya. Dan yang paling sulit bagi
pemuda adalah mengalahkan nafsu dan syahwatnya.
Pemuda yang
ibadahnya istiqomah, menutup matanya dari pandangan-pandangan haram dan menjaga
farjinya dari hal-hal haram maka Allah akan mencintainya dan memberikan
surga-Nya untuknya.
Jika engkau melewati masa mudamu dalam ketaatan kepada
Allah dan rasul-Nya, engkau akan melihat semua pintu kebaikan terbuka di
hadapanmu. Pekerjaan yang baik, rumah dan kendaraan yang nyaman, dan tentunya
istri yang sholihah.”
Dari sekian
itu, yang membuat gua ’sedikit’ baper dalam mengenal beliau-beliau lewat
tulisan buku itu, pada saat kesempatan Sang Penulis berhadapan langsung dengan
Al-Habib Abdullah bin Shihab, Sang Ainu Tarim mengutarakan percintaannya,
beliau menjawab,
ان شاء الله ستزوج امراءة جميلة تحبك وتحبها
”Insyaallah engkau akan menikahi wanita cantik
yang kau cintai dan mencintaimu.”
Beruntungnya
Sang Penulis.
Haah.
Semakin dalam
mengenal beliau-beliau lewat tulisan-tulisan itu, gua hanya bisa menarik nafas
panjang. Tentu ingin, tapi serasa nggak pantas. Serasa belum mampu. Hanya
teringat sajak indahnya Imam Syafi’i,
أُحِبُّ الصَّـالِحِينَ وَلَسْتُ مِنْـهُم
#ْ لَعَلِّي أَنْ أَنَـالَ بِـهِـمْ
شَـفَاعَــــهْ
وَأَكْرَهُ مَنْ بِضَـاعَتُـهُ الْمَعَـاصِي #
وَإِنْ كُـنَّـا سَـوَاءً فِي الْبِـضَـاعَـــهْ
وَأَكْرَهُ مَنْ يُضِـيعُ الْعُمْرَ لَـهْـواً #
وَلَوْ كُـنْـتُ امْرَءاً جَـمَّ الإِضَـاعَـــهْ
Terima kasih Lora Mail dan Catatan Dari Tarimnya.
Dengan berkah
beliau-beliau, semoga Allah meridhoi kita!
Aamiin.
Aamiin
BalasHapus