Terminal
Kita memang suka berpikir berlebihan untuk sikap orang lain. Sampai dalam. Sampai capek. Padahal kalau dipikir-pikir, hidup ini hanya tentang mencapai tujuan. Kita butuh kendaraan. Besar kecil, cepat lambat, dan nyaman nggaknya tergantung semua usaha dan do’a kita. Ya, kendaraan adalah usaha dan do’a kita itu.
Kendaraan, apapun, sebut bus, pasti akan berhenti di beberapa
terminal untuk perjalanan yang jauh. Kita pasti akan bertemu banyak orang dari
segala penjuru arah dengan berbagai tujuan yang berbeda. Kita berkumpul di
sana. Ada yang hanya sekedar saling senyum, sekedar sapa, sekedar kenal, atau
bahkan ada yang menyempatkan singgah sejenak menemani perjalan sambil
membicarakan banyak hal. Hingga, timbulah nyaman itu dan percaya. Bahkan, yang
lebih nekatnya lagi, kita sampai berani-beraninya menaruh dan menggantungkan
bahagia kita pada orang itu, teman seperjalanan kita.
Kita nggak sadar, bahwa orang itu juga sama saja
seperti kita. Hanya seorang penumpang. Dan benar, di terminal selanjutnya, ia
pergi. Pergi untuk tujuannya dan benar-benar hilang. Bahagia itu? Merana kamu
sejadi-jadinya! Dan pastinya kita akan menemui orang baru dalam
perjalanan selanjutya. Mutar saja siklusnya. Orang-orang gitu, mudah come
and go.
Perjalanan itu tetap harus dijalani. Meski entah dengan segala hambatan: macet, mogok, habis bensin, nyasar. Kita harus
sampai pada tujuan itu. Meskipun tetap Tuhan yang menentukan. Kita nggak tau marabahaya apa akan bus kita. Pada
perjalanan kita.
Jadi, ingat! Kita dan teman hanya seorang penumpang. Dan wajar apabila
ia sekedarnya dan pergi menghilang begitu saja. Biar tak capek juga perasaan.
Fokus saja pada tujuan.
Komentar
Posting Komentar