Bombom

Gendut mungkin menjadi sesuatu momok yang mengerikan bagi sebagian orang. Menjadi aib. Apalagi bagi kaum perempuan yang kayaknya paling nggak mau kalau sampai disebut gendut. Itu fakta. Bahkan, bagi mereka yang nyatanya udah gendut. Tetap aja nggak mau disebut gendut. Takut kelihat gendut. Gimana bisa takut, padahal badannya udah lebar gitu? Soalnya gua pernah disuruh fotoin perempuan, sebut saja mawar. Dia gendut, tapi pas gua foto, dia bilang, ‘posisi fotonya jangan dari situ, ntar kau keliatan makin gendut!’ Lah? Dasar.

Tapi, bagi sebagian orang, gendut itu anugerah. Menjadi harap-harap. Penuh puja-puja. Do’a-do’a. Weleh-weleh. Kaya gua, contohnya. Gua yang ceking dan dikira cacingan ini pengen gendut. Eh, bukan gendut juga deh. Gendut bahasanya kaya over banget. Berisi. Pengen berisi. Bukan tanpa alasan, makan ya normal; 2-3 kali sehari. Tidur oke. Nggak usah disuruh. Olahraga cukup. Tapi, tetap nggak ngisi-ngisi.

Gua cukup mikirin hal ini. Soalnya gini, umur, tinggi, dan berat harus sinkron. Ini tinggi iya, berisi kurang. Jadi, kaya gimana gitu. Kaya galah, sengget. Bambu-bambu. Tinggi kurus. Tinggi lurus.

Gua juga udah ngikutin saran-saran lain. kaya minum minum susu, makan langsung tidur, minum suplemen. Tapi, tetap aja. Nggak ngefek.

Kayaknya, gua nih gemuk-gemuk tai. Orang-orang yang gemuknya habis makan doang. Itu juga perutnya doang. Menggelembung. Habis berak, ya udah kempes lagi. Kurus lagi. Jadi masa gemuknya dari selepas makan sampai terbitnya mules. Haha. Secepat itu. Bodolah, yang penting sehat.

Mungkin ada saran gemuk tanpa harus makan duit rakyat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepompong

Klausa

Mekar