Sempol
Ada cerita menarik!
Ada seorang pemuda yang jajan mendekati maghrib. Selagi itu uangnya, nggak
apa-apa. Sholat urusan nafsi-nafsi. Sangat jarang santri hanya untuk
dirinya sendiri. Maka dari itu ia menjadi leveransir titipan-titipan. Udara
sore begitu sejuk dalam kebut motor. Menyapa wajah dan rambut-rambut panjang nggak
tertutup peci dengan sempurna. Rambutnya melambai-lambai seirama angin. View
pemandangan pematang sawah, pegunungan, dan kebun-kebun tebu menambah keelokan
yang nggak terkira. Jangan lupakan harum-harum durian lokal dari mobil-mobil
losbak.
Motor berantai kretek-kretek itu berhenti di kedai dari beberapa kedai yang
tentunya menggugah selera. Tapi, ia malah memilih sempol dan gorengan. Sempol
20 rb, gorengan 15 rb. Setelah selesai, ia dan temannya beranjak pulang. Ia
nyetir.
Di tengah perjalanan dan angin sepoi-sepoi, temannya bertanya, “Nanti
malam, Fathul Muin, ya?” Namun nggak kunjung dijawab. Nggak ada respon.
Diulangi pertanyaan itu, tetap nggak ada jawaban. Si teman memanjukan wajahnya
dan melihat, ternyata ia sedang mengganyang 2 batang sempol yang masih hangat.
Setelah dipergoki dan diingatkan akan amanat titipan rakyat itu, ia berdalih, “Halah,
pajak jalan, nggak apa-apa!”
Jadi nggak heran pada kasus korupsi Soeharto yang mencapai 35 miliar dolar
AS atau sekitar 490 triliun, korupsi BLBI 3,7 triliun, korupsi Asabri 10
triliun, korupsi Jiwasraya 13,7 triliun, korupsi E-ktp 2,3 triliun, korupsi
Pelindo ll 6 triliun, bahkan juga bansos yang masih sempat-sempatnya dikorupsi
sebanyak 32,482 miliar.
Cerita di atas, sangat mencerminkan Indonesia. Amanah sempol 20 rb aja
masih sempat dikorup. Meski hanya 2 batang, tetap saja korup. Sangat jelas,
koruptor kelas teri ya memang seperti itu. Dimulai dari hal kecil-kecil, remeh
temeh. Termasuk 2 batang sempol itu. Kalau orang seperti ini naik makin tinggi,
tinggi, dan tinggi? Tentu nilai porsi korupsinya juga makin tinggi.
Hei Pejabat! Seperti ini rakyatmu.
Nyontohin nggak benar.
Dasar!
Komentar
Posting Komentar