Ngak Ngik Ngok
Hidup di tanah heterogen, perbedaan begitu lekat di sudut demi sudut kehidupan. Banyak macamnya orang, otak dihantam bertubi-tubi dengan watak yang pro kontra. Cocok-cocokkan. Yang nggak cocok? Itu urusannya masing-masing, bagaimana penyelesaiannya. Jadi nggak heran kalau menemukan orang pendek sumbu, tanda pendek akal. Marah sana-sini. Ngeruwet sana-sini. Hidupnya ngerecok. Makin aneh aja. Zaman udah Ngak Ngik Ngok.
Ngak, dangak. Dari dulu yang namanya dangak, sombong, menjadi komoditas.
Apalagi di zaman berkemajuan ini. Gaya hidup tinggi. Gengsi menggengsi. Terus,
sombong menyombong diri. Apa-apa harus estetik. Padahal abstrak termasuk dari
seni itu sendiri. Emang nggak tau siapa dedengkot sombong? Iya, sombong adalah
sifat tercela yang pertama kali dilakukan oleh makhluk dan iblislah pelakunya. Qala
fakhruj minha fainnaka rojiim. Terlaknat dah.
Ngik, tengik. Orang-orang kayak gini nih yang ngeri! Di depan manis, di
belakang pahit. Awalnya manis, akhirnya nyelekit. Yah! Orang jelmaan dewa wisnu
gini, muka banyak, tak mengecualikan dari orang dekat. Emang susah sekarang mau
percaya sama orang. Banyak kedok. Tipu-tipu.
Ngok, tengok. Kayak orang yang mau nyebrang. Tengok kanan, tengok kiri. Apalagi
yang ditengok adalah perhatian orang. Ini nih mental-mental sebatang kara.
Caper, bahasa kitanya mah. Penjilat. Tumpang tindih. Pokoknya setiap
gerak-gerik hidupnya, termasuk kelebihan, orang harus tau. Apalagi dengan
memanfaatkan kelebihan itu, dia ngomong, ’Eh, Aku jomblo, loh!’
Idih!
Menjijikkan diri sendiri.
Aduh, kacau!
Komentar
Posting Komentar