Mulas
Lapar nggak bisa dipungkiri bagi setiap orang yang hidup. Selain enak, halal, dan murah, teman dan tempat yang nyaman, gua rasa juga perlu dipertimbangkan.
Akhirnya, di suatu warung, gua makan sama teman. Apa, kapan, siapa, dan
kenapa, nggak perlu gua jelasin. Nggak penting juga. Asik-asiknya makan dan
ngobrol, orang-orang silih berganti. Bayar dan pergi.
Lalu, nggak lama, di hadapan gua, di meja depan,
orang baru datang. Cewek-cowok. Sepasang kekasih, kayaknya. Dari
pakaiannya sih, okelah. Nyetel. Tapi, kayaknya mereka nggak pikir muka waktu
pakai outfit itu. Bukannya apa-apa. Gua cuma nggak mau ngomong kasar aja di
sini.
Makan gua habis, tapi bahan pembicaraan nggak pernah habis. Gua sama
teman gua masih lanjut ngobrol. Nggak lama, tuh dia pada pesan makan. Si cowok bawa sepiring munjung nasi ayam geprek. Lalu,
dihidangkan di hadapan si cewek, kekasihnya. Udah. Sepiring doang.
“Lah,
kamu nggak makan?” Tanya si cewek.
“Nggak,
ah. Aku mau lihat kamu aja.”
Entah duitnya kurang atau lagi mencret, si cowok hanya minum es teh. Nggak ikut makan.
Tanpa beban, akhirnya si cewek makan.
Sesuap dua suap. Sekunyah dua kunyah. Tinggi nasi di piring putih
bercorak biru bunga itu perlahan menyusut. Dan si cowok? Nggak makan. Hanya menghadap si cewek dengan kedua
tangan menahan pipi dan dagu, lalu senyum-senyum sendiri.
Nasi di perut gua serasa mau keluar lagi. Bagaimana enggak? Si cewek yang kayak beruang itu,
tiba-tiba jadi kuda nil. Lihat saja mulutnya ketika menyuap. Melahap. Ya
Allah Ya Karim. Kayak piton makan kambing.
Dan si cowok, malah
senyum-senyum terkesima. Cinta emang benar-benar buta.
“Kenapa
sih Yang, ngeliatin aja?”
Protes si cewek akan tatapan yang sedari tadi menguncinya, senyum-senyum
sendiri.
“Nggak,
aku cuma cinta kamu!”
Astaghfirullah.
Ya
Allah, pengen berak!
Komentar
Posting Komentar