Kijang
Hidup harus bergerak. Memikul semua beban pikir dan harap-harap. Pastinya akan menemui banyak hal-hal baru dalam gerak dan perjalanan yang dituju. Individu dan tempat menetap yang nomaden. Nyaman nggak nyaman adalah proses dari adaptasi itu sendiri. Semua ada kendala masing-masing. Ada cobaannya masing-masing.
Lihat saja kijang muda yang tampak murung di bawah payung gelap
bayang-bayang pepohonan. Melanjutkan
hidupnya saat ini tidaklah mudah. Andai saja ia tetap pada padang sabana luas
itu, pasti semua tidak seperti ini. Menikmati hidup dengan kemerdekaannya
masing-masing. Bebas sebebas-bebasnya. Ia bisa lari ke sana, lari ke sini.
Loncat ke sana, loncat ke sini. Alam adalah satu kesatuan yang nggak bisa
dipisahkan.
Ia memang nggak seperti singa, macan, cheetah,
banteng, kobra, buaya, atau hewan lord sebagai pemegang kasta tahta tertinggi
di sabana. Tapi, hewan manapun yang bersabana berhak untuk tenang dan senang. Semua
telah memiliki porsinya, telah diatur sedemikian rupa. Sabana sebagai tempat
lahir, mencari makan, mengenal cinta, berkembang, dan tenang juga senangnya.
Udara sore meniup rerumputan memanjang, membawa kepak sayap para burung,
melepas segala derap lari hewan pemangsa. Semua saling bergerak. Saling mengisi
dalam hidup yang opvoeding.
Tapi, kali ini, di sini, di kebun binatang, jiwa raganya nggak lagi
bebas. Semua terkurung dan terkungkung dalam jeruji kandang dan kepura-puraan
akan segala pengunjung. Pernak-pernik itu, petugas kebersihan, nampan makanan,
selang air, dan beberapa batang kayu membuatnya merasa gagal menjadi kijang.
Malu pada leluhur dan bebas sabana yang membuatnya terkesan borjuis.
Kebun binatang mungkin adalah tempat impian bagi sebagian hewan.
Fasilitas dan pengawas di dalamnya seolah meyakinkan tenang dan senang. Tapi,
bukankah tenang dan senang itu relatif? Menanggung beban dan peran sebagai
hewan comel kebun binatang adalah hal yang nggak pernah terbayangkan bagi si kijang.
Ia nggak memimpikan itu. Nggak pernah menginginkan itu.
Berulang kali ia mengatur nafas dan sebisa mungkin menghembuskan
perlahan. Ia cerna lagi konsep bergerak itu. Toh, Layukalifullahu
nafsan illa wus’aha?! Ia pasti mampu.
Meski sampai kapanpun sabana nggak akan bisa tergantikan oleh kebun binatang
ini, ya bagaimana lagi? Ini udah termasuk dalam konsep bergerak itu sendiri. Nggak
ada yang perlu dikhawatirkan dengan berlebihan. Cukup dijalani: yok bisa yok!
Komentar
Posting Komentar