Ecek-Ecek
Sebenarnya, apa yang mau disombongkan bagi makhluk lemah seperti kita? Ingat, kita ini tanah. Lembek. Jangan sok langit, nggak pantas! Hidup sewajarnya aja. Membaur. Jangan mentang-mentang atas, sampai nggak sempat pada yang bawah. Ingat, hal yang tinggi dimulai dari hal yang rendah. Hal yang besar dimulai dari hal yang kecil. Harusnya sadar. Hidup hanya sebentar.
Apa yang mau dibanggakan, Manusia? Nggak sadar,
setiap lubang dari tubuh kita mengeluarkan hal yang kotor: hidung, mata,
telinga, mulut, qubul, dubur, juga kecil pori-pori itu. Kita makhluk jijik.
Nggak ada bedanya dengan sapi dan kambing yang ke mana-mana membawa
kotoran di dalam perut.
Apakah juga nggak mikir jauh sampai ke atap? Genting?
Meskipun sama-sama dari tanah, genting kepanasan kehujanan, biasa. Lah, manusia
kepanasan kehujanan? Meriang. Pilek. Dikerokin. Makan bubur. Sebegitu lemahnya.
Oleh karena itu, apa yang membuat kita lebih dari
orang? Toh, sama saja. Masih nafas dari hidung. Jangan mentang lebih-lebih,
malah mengorang kurang-kurang. Sejago-jagonya tukang cukur, sampai nyukurnya
merem juga, kalau dia rambutnya panjang, mau cukur, ya tetap butuh orang lain
buat nyukurin. Nggak mungkin nyukur sendiri.
Jangan begitu: membaurlah! Seenggaknya, karena kita
pasti telah dan akan nyusahin orang lain dalam hidup: waktu lahir dan saat
mati. Jadi, jangan sombong!
Lucunya, udah sombong, matinya nyusahin lagi.
Mending kalau tahlil lauknya ayam. Kentang aja, masih sempatnya
mentang-mentang: waktu hidup.
Komentar
Posting Komentar