Cantik
Sekarang, cari yang cantik gampang. Di mana-mana ada. Sejauh mata memandang, telinga mendengar, hidung mencium, dan kaki melangkah, serius, pasti nemu aja yang cantik. Sepertinya bumi diinvasi dan dipasok berbondong-bondong oleh mereka. Bertubi-tubi. Menjamur. Makmur. Meski cantik itu relatif, tetap aja, lelaki tak perlu ditanyakan mengenai eksoteris. Cantiknya pun beragam: anak SMA, mahasiswi, PKL apotek, SPG skincare, pegawai, bu dosen, istri orang, sampai ke tukang es teh pun berlomba nggak mau kalah. Haha. Manis mbak-mbaknya membuat insecure kadar glukosa es teh itu sendiri: ada-ada aja orang dagang!
Aslinya, mereka yang cantik sangat mudah untuk menarik perhatian lelaki.
Nggak perlu kasih nomer wa, akun ig, akun tiktok.
Tak perlu. Cantiknya cukup. Apalagi, ucap guru itu, lelaki dan perempuan 1:4.
Pas berarti. Masna wa tsulasa wa ruba. Jadi lelaki nggak perlu
bingung-bingung.
Tapi, jika hanya mengandalkan cantik, apa itu
cukup? Lelaki menikahi perempuan itu karena 4 hal: Limaliha, karena
hartanya. Lihasabiha, karena nasabnya. Lijamaliha,
karena cantiknya. Dan Liddiniha, karena agamanya. Fadzhfar
bidzatiddin taribat yadaka. Pilihlah agamanya, maka akan beruntung.
Cantik di nomer tiga. Kesekian. Bukan segalanya.
Kadang-kadang orang hanya mengandalkan hal ekstern
aja: “kalau sekedar wangi, kuburan baru juga wangi. Kalau sekedar manis, dahak
ijo juga manis. Kalau sekedar lembut, terpa kentut juga lembut. Kalau sekedar
cantik, gocekan Messi juga cantik.”
Sebenarnya apa yang mau kalian banggakan,
Perempuan?
Komentar
Posting Komentar