Abcd
Setiap hal yang kita miliki dan lakukan akan dipertanggung jawabkan. Dan lisan menjadi hal yang sensitif. Salamatul insan fi hizhil lisan. Selamatnya manusia tergantung pada bijak menjaga lisannya. Pentingnya lisan, kerap kali kita bersosial dan berkomunikasi kurang hati-hati dalam menggunakan lisan.
Jangan
sampai kita melukai perasaan seseorang. Luka tangan, masih bisa diobati. Luka
kaki, masih bisa diobati. Luka hati? Susah jika luka telah menggores perasaan.
Betul juga ungkapan, ‘mulutmu harimaumu!’ Buas.
Bahkan,
dalam mengucapkan hal baik sekalipun jika di saat yang tidak tepat, jadinya
tidak baik juga. Seperti, ‘untungnya api tak sampai ke rumahku,’ ucapnya pada
orang yang rumahnya kebakaran. Atau, ‘semoga anakku sehat selalu,’ di hadapan
orang yang keguguran.
Hal ini benar-benar
harus diperhatikan. Serius, percaya atau nggak, gua alami sendiri. Mudahnya,
seperti di pembagian nilai hasil ujian ushul fiqh. Soal yang keluar tentu tidak
bisa kita tebak. Kita belajar materi yang sekiranya akan keluar nanti. Pas
ujian, tenyata materi yang kita hafalkan, tidak sepenuhnya keluar. Dan nilai
tidak bisa dibohongi. Nilai gua pas rata-rata. 4. Lalu, Si Fulan yang dapet 9
bilang kenceng tidak memperhatikan orang, ‘anjir, gua dapet 9. Kok nggak sohih?
Salahnya di mana, ya?’ -setelah diterjemahkan dari bahasa jawa, kira-kira gitu.
Dan kita
yang dengar, jadi gimana gitu. Pas rata-rata aja penuh syukur lapang dada. Lah
ini, malah begitu. Ya, gua ambil baiknya aja.
Jika tidak
bisa berkata baik, lebih baik diam. Bukan begitu ucap hadits? Tidak apa,
diamlah. Diam itu emas. Tapi, jangan diam, diam, diam, eh keluar emas. Jadi bau
sekelas. idih.
Komentar
Posting Komentar